Minggu, 12 Oktober 2014

Bule Cantik Pemakan Cintaku

Ify turun dari bus Pahala Kencana, ia melirik sekilas pergelangan tangannya. Baru menunjukan pukul 05:30 pagi. Ia melangkah menuju emperan toko menunggu jemputan yang sudah ia kabari sejak 10 menit yang lalu.

"Arkhaeta Khanify?"

Ify mengerutkan dahi melihat pemuda yang ada didepannya, penampilannya yang sederhana dengan balutan kaos kuning dan celana pendek levis.

"Iya ini gue. Lo orang yang jemput gue?" Ify memandang aneh pemuda didepannya.

"Kenalna nyong Muhammad Rohim, tapi diundang Rio." (Kenalin gue Muhammad Rohim, tapi dipanggil Rio.) Rio tersenyum mengulurkan tangan besar miliknya dihadapan Ify.

Ify melongo mendengar pemuda itu berbicara. Ia sama sekali tidak begitu paham dengan bahasa yang digunakan.
"Lo ngomong apa sih. Gue nggak tau." 

Rio menggaruk tengkuknya, merasa malu karena keceplosan menggunakan bahasa jawa.
"Ak.. ehh.. Gue Muhammad Rohim, tapi gue biasa dipanggil Rio. Iya gue yang jemput lo."

Ify membelakkan matanya sebelum kemudian tertawa didepan Rohim ralat Rio maksudnya.
"Nama panggilan lo keren amat hahaha.. Tapi.. Okelah sesuai sama muka lo yang lumayan.."

"Ganteng maksud lo?" Rio menyela ucapan Ify dan tersenyum lebar, tangannya dengan cekatan menarik tas yang dibawa Ify untuk dibawa kemotor bebek yang berada disebrang jalan.

"Eh eh.. Tas gue.!!" teriak Ify mengejar Rio dari belakang. Ia menarik belakang kerah Rio kasar sehingga Rio memberhentikan langkahnya dan melotot kesal kearah Ify.

"Lo mau pulang nggak?? Ora gelem ya wis tek tinggal."
("Lo mau pulang nggak? Kalau nggak mau yasudah ditinggal.")
Rio menaruh tas Ify begitu saja diaspal jalan, sedangkan dirinya sudah siap menjalankan motor miliknya.

"Iya !! Gue mau pulang. Lo bisa nggak sih nggak usah pake jawa lo itu." Dengan kesal Ify naik diaas motor dengan tas yang ia berikan pada Rio.

"Baliiiikkkkk karo bocah ayu..." ("Pulang bersama gadis cantik.")

***

Rio mengamati Ify dari kejauhan, Gadis cantik itu tengah duduk lesehan didepan kelas XII IPS 4 dengan buku sosio ditangannya.
"Orang kota memang cantik, eh tapi gue orang desa juga ganteng lah, pas gitu kalo disanding sama Ify yang kayak bule itu." gumam Rio, ia bersandar pada dinding tembok didepan tangga yang menghubungkan antar kelas.

"Bocah pindahan kae ayu yah Him." ("Anak pindahan itu cantik yah Him.")

Rio melongo sebelum akhirnya menengok kesamping dan menjerit kaget.
"Heh setaaan !! Menjauh, jangan deket-deket gue. Dasar cewe cabe-cabean." Rio mengayunkan tangannya untuk mengusir Nova, cewek cabe-cabean yang sudah terkenal di sekolah ini. Ia merasa geli karena wajah Nova yang tebal dengan dempul (re:bedak) terlalu dekat dengannya.

"Apasih Yo, gak usah sok dramatisir gitu. Gue kan cuma bilang dia cantik, tapi masih cantikan gue sih." Nova menjawab dengan muka sedikit manyun, Ia memeletkan lidahnya sebelum akhirnya pergi darihadapan Rio.

"Nah apasusahnya pergi sih, gue kan mau ngayal bidadari." gerutu Rio, ia kembali mengrahkan wajahnya untuk melihat bidadari yang sudah seminggu ini menguasai hati dan pikirannya itu, namun setelah mengucek matanya berkali-kali ternyata Ify sudah tidak berada ditempatnya. (nahkan dikira Ify apaan)

"Siaallll..."
***

Sebulan sudah Rio memendam perasaan yang ia punya untuk Ify, lagi-lagi ia belum mempunyai tekad yang utuh untuk mendekati bidadari yang sudah memakan sebagian hati miliknya .-.
Dan hari ini ia bertekad untuk mendapatkan apa yang ia mau dan mengungkapkan apa yang ia rasa.

"Fy, lo mau keliling Brebes nggak?" tanya Rio menghampiri Ify yang tengah duduk dibelakang rumah dengan hamparan sawah didepannya.

"Apa Him gue nggak denger, anginnya kenceng." jawab Ify tanpa mau menengok kearah Rio, matanya masih asik mengamati pemandangan desa yang jarang ia temui dikota.

Rio yang berdiri didepan pintu hanya menepuk dahinya pelan, kemudian Rio berjalan mendekati Ify.

"Lo mau keliling Brebes nggak Ify cantik.."

Plaaaakkkkk

Ify menampar Rio yang dengan seenaknya menyentuh pundak dan berbisik ditelinganya.
"Gak usah deket-deket juga kali ngomongnya." sewot Ify, ia mengangkat tangannya didepan dada dan tersenyum puas melihat Rohim alias Rio meringis menahan sakit karena tamparannya.

"Gak usah nampar juga kali Fy, sakit tau.." Rio mengusap pipinya yang sudah kemerahan, lantas ia duduk disamping Ify. Rio pengen deket-deket sama Ify.
"Sorry deh, lagian lo kayak gitu sih kan bukan muhrim." Ify menjawab dan sedikit memegang pipi Rio yang hitam namun merah(?) dan juga anget-bekas tamparannya-

"Katanya bukan muhrim, tapi kok ngusap pipi gue tulus banget." Rio menggoda Ify senang, tangannya ia ulurkan untuk menepuk kepala Ify yang tengah menunduk malu.

"RIOoooo... Apaaan sih." jerit Ify menolak perlakuan Rio, ia mengamankan kepalanya agar tidak terjamah dari tangan nakal Rio.

"Hahahaha.... mau nggak?" Rio menaik turunkan alisnya dan memandang Ify penuh minat. Ify jauh lebih cantik kalo dipandang dari dekat. Kalo wanita lainkan kayak Gunung. (re:Dari jauh terliha cantik dan indah, tapi kalo dideketin tidak semulus dan tidak secantik dari jauh)
Ify termenung sebelum akhirnya mengangguk setuju dengan senyum sumringah dibibirnya. Udah lama kali ia pengen ngerasain telur asin Brebes hahaha

Rio melongo melihat Ify tersenyum, senyum ala bidadari membuat Rio luluh lantah. Dengan tak berdosanya, Rio memegang kepala Ify dan mencium pelipisnya.
"Ngegemesin banget sih senyumnyaa.." Rio teratawa dan berlari menjauhi Ify karena ia yakin Ify akan menjerit karena ulahnya.

"RIOOOOOOO.."

Nahkan jeritan bidadari sama nyereminnya kayak jeritan cewek cabe-cabean. Haha
***
Minggu ini Rio mengajak Ify ke Argo wisata kaligua, wisata ini menarik karena menawarkan berbagai keindahan mulai dari hamparan tanaman teh yang amat sangat luas, ditambah ada satu bukit tanaman teh tetapi ditengahnya terbelah oleh air terjun yang tingginya kira-kira 10m, selain itu juga terdapat gua jepang dan sumber air abadi yang konon katanya jika kita membasuh wajah dengan air tersebut maka kita akan tetap abadi (gak tua-tua)

"Rohh.. eh Yoo sunmpah ini indah banget, dikota nggak ada loh yang kayak gini." gunam Ify, tangannya ia rentankan untuk menghirup udara segar daerah pegunungan.walaupun terkesan dingin tapi tetep sejuk kok.

"Iyalah dikota kan cuma ada mobil berceceran dijalan." gerutu Rio pelan. Ia menggandeng tangan Ify untuk lebih masuk kedalam.

"Issshhh, apa-apaan sih lo." Ify manyun mendengar penuturan Rio, tapi langkahnya terus mengikuti Rio menuju kesubuah gubuk.

"Masuk nggak Fy? mumpung masih sepi nih." tawar Rio, ia melirik sekilas kearah Ify yang tengah menyibakkan rambutnya kebelakang.
"Ora salah nyong seneng karo ko Fy, bidadari men." (Nggak salah gue suka lo Fy, bidadari banget.")

"Ini gua Yo, gue kira gubuk.." Ify menoleh kearah Rio dan melongo melihat Rio yang hanya diam. Dengan kesal Ify mencubit pipi hitam Rio dan melotot kesal.

"aaawwwwwww..  lara rah Fy." (awwwwwwww.. sakit tau Fy.") Rio meringis sambil mengusap pipinya yang merah karena cubitan Ify.

"Udah ahh gue sebel sama lo." Ify meninggalkan Rio didepan pintu masuk Gua Jepang.

Rio menatap Ify tak percaya yang sudah masuk kedalam Gua.
"Ehh Fy, tunggu itu guanya serem Fy, masih sepi juga." Rio masuk juga kedalam gua tersebut untuk mengejar Ify.

Ify melangkahkan kakinya sesuka hati, ia kesal dengan Rohim alias Rio, apasih yang dilihat Rio sampe diem gitu, masa iya Rio ngeliatin tukang sapu yang bodynya bahenol itu sih.
"Ehhh kok gelap sih." Ify mulai panik ketika gua yang ia masuki cahayanya mulai remang-remang ditambah bau nyinyir (amis) mulai tercium diindra penciumannya. Dengan tak sabar Ify mengambil ponsel dari saku dan menyalakan untuk memberi sedikit penerangan.

"Aaaaaaaaaaaa ROHIMMM !!!!!"

Rio berjalan cepat ketika mendengar teriakan Ify, walaupun jalan yang ia lewati gelap dan sedikit becek tapi itu tak membuat Rio patah semangat.

"Bulee bidadari lo dimana?" Rio mencoba mencari Ify, mulai dari tempat tahanan, gudang senjata sampai tempat ritualpun ia datangi tapi Ify tak ada. (Fyi gua jepang ini dulunya tempat orang jepang menyiksa orang-orang Indonesia, jadi didalamnya terdapat kayak kamar-kamar tapi lembab kayak gua biasanya *lah)

Ify berjongkok didepan ruang pembantaian, suasa gelap dan lembab membuat bulu kuduk Ify merinding, air matanya sudah meleleh seperti coklat yang membasi pipi mulusnya.

"Aaaaaaaaa jangan bantai gue, gue mohon gue gadis kota yang nggak tau apa-apa." teriak Ify heboh ketika ada yang memegang bahunya.

"Ify, ini gue Rio. Apasih lo sok sih masuk kesini sendiri." Rio membantu Ify berdiri, dirasakan tangan Ify yang sudah dingin dan terlihat wajah Ify sedikit pucat.

"Gue takut Yo, keluar sekarang pokoknya." Ify menangis seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Ponsel yang masih menyala ditangannya ia arahkan kewajah Rio, membuat Rio melengos karena silau.
"Lo ditempat gelap gini ganteng yah Yo." celetuk Ify dengan suara seraknya-khas orang menangis- ketika Rio memapahnya keluar Gua.

"Apa jere ko Fy." (Terserah lo Fy.")
Rio merangkul pinggang Ify, sedangkan tangan Ify melingkar dipundaknya.

"Yo itu ruangan apa? kok beda sendiri sih." tanya Ify ketika melihat ruangan yang sudah diberi keramik lantai berwarna biru tapi sekelilingnya berwarna putih.

"Oh itu ruang semedi." Rio menjawab singkat, diliriknya Ify sekilas dan tersenyum melihat wajah bingung Ify seperti dewi kayangan yang bingung kehilangan slendangnya. HAHA

"Kayak ruang ritual gitu deh Fy, nah kalo ruang itu, ruang pembunuhan, kan gelap tuh tapi nanti tembus sampai ruang pembantaian yang lo nangis itu." Rio menjelaskan pada Ify.

Ify mengikuti arah jari telunjuk Rio dan merinding karena tempatnya memang bener-bener gelap tanpa ada cahanya sedikitpun.
"Itu nggak dikasih lampu biar keliatan serem ya Yo." Ify mendongak untuk melihat wajah Rio, memang tinggi badan dirinya dan Rio tidak sama.

"Pinter.." gumam Rio dan menyentil hidung Ify, membuat Ify lagi-lagi merengut sebal sedang dirinya tertawa senang.
***

Ify tertawa setan ketika dirinya mendorong Rio dari batu yang ia pijak sekarang, membuat Rio basah oleh air yang mengalir dari sumber mata air gunung slamet.

"Lo nakal Ify, lo harus gue hukum." Rio menarik tangan Ify kasar, dengan sekali hentakan Ify sudah basah.

"Dingiiin Yo sumpah dingin banget.." Ify berjingkak dan naik kembali kebatu besar yang ada dipinggiran kali buatan. Mereka sekarang berada di tempat air abadi.

"Tapi seger kan iya kan." Rio menyiprati Ify dengan air jernih yang mengalir membuat Ify manyun sebelum akhirnya tertawa karena dapat membalasnya.

Setengah jam kemudian mereka memutuskan mengganti pakaian masing-masing karena basah kuyup.
"Kita pulang Yo.?" Ify bertanya ketika mereka sudah berganti pakaian dan sekarang mereka tengah berjalan ditaman mini dengan air jernih yang mengalir dibawahnya.
"Nggak ada sampah sama sekali yah Yo." lanjut Ify ketika menengok kebawah, melihat aliran kali kecil yang dipinggirannya terdapat pohon rindang sebagai pembatas.

"Kita ketempat karaoke Yuk." tanpa menggubris omongan Ify, Rio langsung menarik tangan Ify menuju tempat karaoke yang berada ditengah-tengah kolam bermain anak.

"Sederhana tapi nyaman." gumam Ify setelah sampai ditempat karaoke. Ia mempererat jaket yang ia gunakan ketika hawa dingin mulai merasuk ketulang belukang(?)nya.

"Nih gue pesenin mendoan tempe sama teh poci anget." Rio datang membawa sepiring penuh mendoan hangat dengan ditaburi cabai rawit diatasnya, ditambah teh yang masih mengepul asapnya kini tersanding didepannya.

"Enak Yo, buat angetin badan." Ify memakan kembali mendoan tempe yang Rio pesan, sedang Rio hanya tertawa pelan. Rio senang melihat orang yang ia cintai bahagia ketika bersama dirinya bukan orang lain.

"Lo tunggu sini Fy, gue kesana sebentar." pamit Rio, tanpa mau peduli(lagi) dengan jawaban Ify.

"Lo mah ngilang mulu." gerutu Ify jengkel, dengan kesal ia menarik piring yang ada didepannya dan rakus memasukan mendoan kedalam mulut manisnya.

Tiba-tiba Ify mendengar lantunan suara selembut tepung mendoan masuk keindra pendengarannya. Ia kaget ketika matanya lurus melihat Rio tengah bernyanyi Kasih Putih dengan memangku gitar. Ify hanya terdiam menikmati suara Rio, ada sesuatu yang bergelora dalam dadanya entah itu apa yang jelas ia suka itu.
Ify menepuk tangannya keras ketika Rio sudah selesai bernyanyi. Ia ingin mendekat kearah Rio untuk memberi pujian tetapi Rio melarangnya.
"Gue mohon lo tetap disitu. Jangan bergerak dan dengerin gue ngomong." suara Rio terdengar dari speaker membuat Ify kembali duduk ditempat semula.

"Keindahan memang identik dengan kesempurnaan,dan gue tahu kesempurnaan hanya milik Tuhan semata, tapi ternyata gue salah, setelah melihat lo Ify. Lo indah lo sempurna, gue heran mungkin Tuhan mau berbagi keindahannya untuk lo. Dan dengan segenap hati gue mau minta lo buat jadi pacar gue."

"Stooop !! Gue nggak mau lo nolak gue, karena gue tahu lo pun juga punya perasaan sama kayak gue kan." lanjut Rio ketika melihat Ify yang mau melayangkan proses. Dengan perlahan Rio memetik bunga dalam pot yang tak jauh dari tempat ia duduk tadi.

Ify melengos melihat Rio yang berlutut dihadapannya, tangannya ia angkat didepan dada.
"Ora modal ko Yo.." (nggak modal kamu Yo.") ujar Ify pelan, membuat Rio tertawa karena omongan ngapaknya nular ke Ify-,-

"Terimalah bunga pot ini sebagai tanda aku menyukai mu Ify." Dengan masih berjongkok Rio mengulurkan bunganya didepan Ify.

Ify mengambil bunga dari Rio dan membantu Rio berdiri, ia merasa risih karena menjadi tontonan pengunjung yang mulai ramai.
"Gue bakal bilang cinta juga sama lo setelah lo beliin gue telor asin dari tempatnya langsung." jawab Ify kemudian tersenyum didepan Rio. Dengan sedikit berjinjit Ify mencium kening Rio.

"Bukan muhrim Ify, kenapa lo nyosor mulu sih." ucap Rio membuat Ify mendorong tubuh tegak Rio.

"Udah ahh gue pengen makan telor asin sekarang."Ify melangkah pergi darihadapan Rio, menutupi rasa malunya karena melakukan hal aneh seperti tadi.

Rio hanya geleng-geleng kepala melihat Ify seperti itu, dengan senyum yang masih terukir dari bibirnya ia mengambil tas Ify diatas meja dan berjalan mengikuti Ify.

"Harapan gue dalam hubungan ini cuma satu, jangan pernah tinggalin gue dengan luka yang harus gue obati sendiri, karena itu menyakitkan." -Arkhaeta Khanify-

Anindya Khurul @_khurul
RFM Brebes

Selasa, 23 September 2014

Cerita Cinta Bag. 22

Follow dulu @_khurul

***
Rio berjalan menuju ruangannya, dilihat meja sekertaris kosong, ia hanya menggeleng pelan dan melanjutkan langkah kakinya untuk masuk kedalam.

Rio menghela nafas panjang ketika ia sudah masuk kedalam ruangannya, disudut sofa sebelah kanan mejanya, ada Shilla yang tengah mengusap perutnya yang mulai membesar.

"Sorry Shill lama." Rio diduk didepan Shilla.

"Eh, nggakpapa Yo." Shilla sedikit kaget dengan kedatangan Rio. Ia menelan ludahnya karena terlihat sekali guratan emosi dari wajah keponakannya ini.

"Lo beneran mau resign dari perusahaan ini Shil. Apa karena perusahaan ini mau hancur dan lo takut gak gue bayar?" ucap Rio penuh penekanan. Matanya menatap tajam Shilla yang ada didepannya.

Shilla lagi-lagi harus menelan ludahnya dalam. Apa karena Rio tau perbuatan gue selama ini ya.
"Gak begitu Yo, Cakka yang minta gue resign dari sini karena kandungan gue yang sudah membesar." kilah Shilla mencoba tenang, walaupun ia sedikit terintimidasi dengan tatapan Rio.

"Cakka gak mau gue kecapean nanti, dan itu bisa membuat kandungan gue kenapa-kenapa." lanjut Shilla, ia merubah sedikit duduknya untuk menutupi kegugupannya. Dirinya memang sudah menyiapkan alasan yang pas untuk resignnya kali ini. Dan Shilla jamin Rio akan memaklumi dan menyetujui dirinya resign tanpa ada curiga sedikitpun.

Rio menagngkat alis kanannya bingung, kenapa Cakka tidak berbicara kepadanya terlebih dahulu.
"Yasudah kalo itu kemauan Cakka, gue gak bisa nglarang." Rio menjawab sambil membuka kulkas mini yang tak jauh dari jangkauannya.

"Diminum Shill.." Rio memberikan minuman kaleng pada Shilla.

"Gue gak boleh minum soda Yo." Shilla tersenyum kaku, ia merasa tak enak melihat kebaikam Rio.

"Gue lupa Sorry, biasanya lo kan doyan minuman soda. Kandungan lo sehat?" Rio mengambil minuman yang dihadapan Shilla dan menggantinmya dengan air mineral dingin.

"Sehat Yo." Shilla menerima air mineral dari tangan Rio dan langsung meneguknya. Walaupun diruangan Rio terdapat AC tapi entah mwngapa dirinya merasa kepanasan. Apa mungkin sifat dingin Rio yang mempengaruhi suasana disini.

"Ada yang mau lo sampain ke gue Shill? lo keliatan sedikit.... gugup." Rio memandang Shilla aneh, gadis didepannya terlihat aneh tidak seperti biasanya.

"Emm.. Itu. Yo.. Asisten Pak Louis meminta lo ngebalikin saham yang lo pinjam dulu buat bayar pajak. Sekarang dia minta semuanya." jawab Shilla pelan, ia menghembuskan nafasnya perlahan merasa lega, karena lagi-lagi otaknya dapat digunakan untuk waktu yang menurutnya kepepet.

Rio memgusap wajahmya kasar, ia membuka kaleng yang sedari tadi ia pegang dan meminumnya.
"Gue sudah tau Shill." pelan, Rio menyandarkan keplanya pada sandaran sofa untuk mengurangi masalah yang ia hadapi sekarang. Perusahaan yang ia rintis sendiri akhirnya harus berakhir.

"Maaf Yo, gue gak bisa bantu lo apa-apa. Gue malah lari ninggalin lo saat lo di masa-masa yang sulit kayak sekarang." ujar Shilla penuh penyesalan, ia menunduk menyembunyukan senyum smriknya. Ia tahu semuanya akan lebih mudah jika ia sudah dihadapkan dengan orang-orang yang mudah terpercaya seperti Rio.

"Nggak papa Shil, gue maklumin kok. Yang penting kandungan lo nanti sehat dan pas lahir bayinya pun sehat."

"Makasih Yo. Dan gue harap semoga perusahaan lo kembali." kembali hancur maksudnya, tambah Shilla dalam hati.

***
Ify tengah membersihkan kulkas ketika mendengar bunyi ponsel yang tergletak diatas meja makan.

Privat number Calling...

Ify menggaruk pelipisnya, dengan penasaran ia menggeser touchscreennya dan menempelkan ketelinga sebelah kanan.
"Siapa ya?"

"Berdoalah sebanyak-banyaknya untuk suami tercinta lo."

Ify terdiam mendengar suara dari sebrang barusan, Oh bukan, bukan suaranya tapi kalimatnya. Iya...
"Maksud anda?"

"Lo bodoh atau gimana HAH? Gak usah terlalu polos."

"Terserah lo mau apa. " Ify hendak mematikan sambungan telvonnya tapi ada kalimatnya yang membuatnya ingin mati berdiri sekarang juga.

***

Sivia pergi keluar untuk bertemu seseorang yang ia anggap penting untuk beberapa bulan terakhir ini, Ia memakai jaket dan juga kaca mata hitam.

"Lo dimana? gue sudah didepan Cafe." Sivia berbicara pada ponselnya, matanya bergerak kesana-sini mencari orang yang akan ia temui.

"Oh oke, gue kesana sekarang." Dengan senyum sumringah yang ia miliki, Sivia berjalan masuk kedalam Cafe tersebut.

"Hai sorry lama." sapa Sivia pada pria yang tengah menunduk dengan gedget ditangannya.

"Gak usah basa-basi. Gimana rencana lo?" tanya seorang Pria yang ada didepan Sivia.

Sivia nyengir gak jelas didepan Gabriel, ia menarik kursi dan duduk didepannya.
"Beres Yel, udah gue lakuin. Si Shilla gimana? Udah dapet apa yang dia mau tuh."

Gabriel mengantongi gedgetnya dan bernafas lega, ia tertawa pelan.
"Bagus, Shilla juga sudah resign dari Perusahaan Rio. Dia sekarang ditempatkan di Perusahaan gue." Gabriel bisa membusungkan dada sekarang, karena yang ia mau akan ia dapat dalam waktu dekat ini.

"Gila jabatan juga tuh cewek." komentar Sivia, ia mengangkat tangan untuk mengundang pelayan.

"Maka dari itu, untung dia gila jabatan, kalo nggak kita bakal susah hancurin perusahaan Rio." Gabriel tertawa membayangkan Rio yang sudah tak mempunyai apa-apa.

"Sekarang waktunya gue buat dapetin yang gue mau. Setelah itu lo Vi." Gabriel meminum orens jus yang ada didepannya, bibirnya tak henti-hentinya menyeringai membayangkan ia mendapatkan apa yang ia mau dengan mudah.

Sivia yang melihat tingkah Gabriel.hanya menggeleng mencoba memaklumi kegilaan Gabriel yang sekarang. Karena memang dirinya pun akan melakukan hal yang sama jika waktunya sudah tepat dan ia yakin semuanya akan mudah ia genggam. Termasuk perasaannya.

***
Rio masuk kedalam Apartemen dengan dokumen ditangannya, ia masuk kedalam kamar untuk mencari Ify.

"Fy.." Rio mencari Ify kedalam kamar mandi didalam kamar mereka namun tidak ada, setelah meletakkan barang-barang yang ia bawa diataa nakas Rio keluar dari kamar dan menuju dapur.

"Ify. kamu di_" Rio berhenti tept didepan pintu dapur, dari sini ia bisa melihat Ify yang tengah berdiri mematung dengan ponsel ditangannya. Karena khawatir, Rio berlari kearah Ify dan langsung memeluk Ify erat. Ia tidak mau sesuatu terjadi pada Ify, ia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Ify, karena ia sadar jika Ify lah harta yang ia punya sekarang. Terserah apabila nanti perusahaannya hancur asal jangan Ify yang hancur.
"Kamu kenapa?" tanya Rio pelan, ia mengusap punggung Ify yang tegang. Rio tahu ada sesuatu yang telah terjadi pada Ify.

Ify masih diam, sibuk mencerna apa yang ia dengar barusan dari seseorang. Ia bahkan merasa menjadi wanita bodoh sebodoh-bodohnya karena mengetahui masalah ini dari orang lain, bukan dari suaminya sendiri.

"Apa yang aku nggak tau dari kamu Yo." Ify berbicara pelan, ia biarkan Rio memluknya erat tanpa ia balas. Ia kecewa marah dan juga kasihan dengan Rio. Tidak seharusnya Rio memikul ini sendirian.

Rio menelan ludahnya dalam-dalam saat Ify bertanya seperti itu. Ia melonggarkan pelukannya dan menatap Ify dalam.
"Aku nggak pernah nyembunyiin sesuatu dari kamu." Rio memegang bahu Ify lembut, matanya masih beradu dengan mata Ify yang berkaca-kaca. Ada sorot kesedihan didalamnya.

"Kamu bohong.!!" Bentak Ify, ia menyentak kuat tangan Rio yang ada dibahunya. Ia menggeleng pelan, dan mendongak untuk menahan air mata yang siap menetes. Kenapa dirinya cengeng sekali setelah hidup berdua dengan Rio.

"Apa yang kamu sembunyiin dari aku Yo. Aku sudah lelah menutup mata untuk tidak ikut mencampuri urusan kamu. Aku istri kamu, tidak seharusnya kamu nutup diri kayak gini." Ify menatap Rio penuh emosi.

"Aku lelah Yo, lelah aku seperti orang buta yang tidak tau apa-apa. Semuanya bahkan terlihat gelap." lanjutnya pelan, Ify menghapus airmatanya sendiri dengan punggung tangannya.

"Kalaupun kamu buta, masih ada aku. Aku rela Fy jadi tongkat kamu, aku rela nuntun kamu dengan kegelapan itu. Dan memang.. Memang semuanya baik-baik aja." Rio menggemgam tangan Ify, ia tidak tega melihat Ify yang menangis karenanya. Berusaha menenangkan Ify agar berhenti menangis. Ia capek dengan keadaannya sendiri dan jengah ketika pulang mendapati Ify yang seperti ini.

"Perusahaan kamu bakal hancur kan?"

***

lanjut nggak, lanjut nggak *ngitung kancing
Ditunggu sarannya ya :D
Typo dan sejenisnya dimaklumi, udah bawaan author :$

admn_2

Sabtu, 06 September 2014

Cerita Cinta Bag. 21


Hellluuu ada yang kangen saya???? Wkwk maaf ya ngaret -lagi- biasalah pekerjaan dan pendidikan menyita waktu -cieleeh- dipollow dulu dah @_khurul :D

Yuk marii..
***

Hari ini Alvin memutuskan untuk berkunjung kerumah Agni, ia rasa Agni cukup baik sebagai pendengar untuk mengatasi masalah tentang usahanya. Yah memang semenjak kenal dengan Agni, Alvin mulai sering sharing tentang perkembangan restoran, mulai dari pengalaman, berbagi resep sampai masalah karyawan pun ia bicarakan.

Took took took

Alvin menunggu dibukakan pintu, ia memandang sekeliling melihat berbagai jenis tanaman yang terdapat disudut halaman rumah Agni.

Ckleeekkk

"Eh, maaf siapa ya?" tanya seseorang, membuat Alvin yang tengah membelakangi pintu segera berbalik dan terkejut.

"Alvin/Sivia." kompak Alvin dan Sivia.

"Kok lo ada disini Vi, bukannya ini rumah Agni?" tanya Alvin heran, ia mengamati gadis didepannya ini, rambut lurus sebahu wajah oriental yang tampak terlihat lebih cantik, setelah sekian lama tidak bertemu dan yang membuat Alvin lebih heran adalah perubahan bentuk badan Sivia yang sekarang lebih berisi.

"Agni kakak gue Vin." balas Sivia pelan, ia menunduk sedikit malu melihat Alvin yang sekarang nampak lebih dewasa dengan balutan kemeja yang agak kebesaran dengan dipadukan celana jins khas cowok yang terlihat maskulin.

"HAH?? gue sering kesini tapi gak pernah liat lo Vi."  Alvin memandang Sivia bingung, ia masih berdiri didepan pintu, masih tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang, gadis yang dulu ia kejar kini tepat dihadapannya.

"Gue sementara di Semarang Vin, eh masuk dulu." Sivia bergeser kesamping, memberi akses Alvin untuk masuk.

Alvin mengangguk dan berjalan mendahului Sivia.

"Gue panggilin kak Agni dulu ya." pamit Sivia, dengan segera ia beranjak dari hadapan Alvin yang sudah duduk manis diruang tamu.

Alvin sebenarnya ingin mencegah gadis itu untuk tidak memanggil Agni, karena ada banyak hal yang ia ingin bicarakan kepada Sivia Termasuk masalah hati.

Sepeninggal Sivia, Alvin hanya diam, masih mengingat rupa gadis yang pernah ia sukai dulu bahkan mungkin sampai sekarang, karena memang semenjak Rio dan Ify menikah, ia tak pernah melihat Sivia dan sekarang tanpa disangka ia bisa bertemu kembali dengan Sivia.

***

Ify memasukkan belanjaannnya kedalam bakasi mobil rio, sedangkan Rio tengah menerima telvon yang konon dari rekan kerjanya. Pandangannya ia edarkan sambil menunggu Rio, namun matanya terhenti pada laki-laki yang tak jauh dari tempat ia berdiri, dengan kaos yang dilapisi jaket serta celana hitam, ify paham dengan postur tubuh jangkun pria tersebut.
"Gabriel.." guman Ify pelan.

***

Sivia masuk kedalam kamarnya setelah memberitahu Agni akan kedatangan Alvin, orang yang pernah dekat dengannya dulu. Sebenernya ia sendiri merasa kaku bertemu kembali dengan Alvin setelah dirinya mengetahui perasaan Alvin kepadanya. Namun ia tidak bisa memberi jawaban apa-apa karena bahkan dampai sekarang hatinya masih tertaut pada satu nama. RIO.

Getaran ponsel yang tergletak diatas kasur membuat Sivia langsung mengambil ponselnya dan membuka isi pesan dari seseorang yang akan membantu rencananya.

"Jalankan rencanya lusa."

Sivia tersenyum membaca pesan tersebut, ia menggemgam ponselnya erat dan langsung merebahkan badannya dikasur, ia tak sabar ingin menjalankan rencana liciknya bersama orang yang pernah sama-sama terluka. Dan ia sudah sangat yakin akan membuat hancur hidup orang lain.

***

Rio mematikan ponsel yamg sedari tadi terhubung dengan asisten Pak Louis. Tangannya mengepal kuat ketika mendengar Dea, mengatakan bahwa Pak Louis akan mencabut saham yang tertanam diperusahaannya. Dan itu tidaklah sedikit, mengingat saham yang Pak Louis pinjamkan sangat banyak untuk membayar pajak dan gajih pegawai tiga bulan terakhir. Rio harus mampu mencari pinjaman untuk melunasi itu semua.

Mengusap wajahnya kasar, Rio mengantongi ponsel pintar miliknya kedalam saku dan berjalan kearah Ify yang tengah menunggu diparkiran supermarket. Rio sudah pernah berjanji untuk tidak akan menceritakan masalah ini kepada Ify, karena Ify selalu berlebihan menghadapi masalah ia tak mau membuat Ify terlalu khawatir kepadanya, dan ia tidak ingin dikasihani oleh keluarga Ify, cukup keluarganya saja yang tahu tentang masalah perusahaannya.

"Hey, Ayoo." ajak Rio membuyarkan lamunana Ify, Rio membuka pintu mobil dan menyuruh Ify untuk segera masuk.

"Kamu ada masalah Yo." tanya Ify ditengah keheningan didalam mobil, karena Rio terlalu fokus dengan jalan didepannya.

Rio menoleh sebentar kearah Ify dan mengacak rambutnya pelan.
"Aku gak papa. Kabar mama dan papa mu gimana Fy?" balik Rio bertanya untuk mengalihkan perhatian Ify, agar Ify tidak terlalu curiga.

"Mereka baik Yo, Kak Alvin juga baik." jawab Ify senang, mengingat kunjungannya kerumah setelah sekian lama.tidak bertemu dengan.orangtuanya.

Rio tersenyum mendengar jawaban Ify,tangannya masih fokus kedepan.
"Maaf ya kemarin aku gak ikut kerumah." ujar Rio penuh penyesalan.

Ify menganggukan kepalanya, karena ia memaklumi pekerjaan Rio yang benar-benar menyita waktu, bahkan Ify yakin sudah beberapa hari ini Rio kurang tidur karena hampir setiap malam Rio selalu berkutat dengan map laptop dan semua berkas yang membuat Ify jengah.
"Iya nggak papa kok Yo."

"Eh Fy, kita udah berapa lama ya hidup berdua gini?"

Ify memandang Rio aneh tumben sekali Rio menanyakan hal ini.
" enambulanan gitu deh. Kenapa emang?"

Mobil Rio berhemti karena lampu masih menyala dengan warna merah.
"Masih inget waktu kamu nolak aku mati-matian?" tanya Rio lagi kali ini Rio memandang wajah cantik istrinya yang merona, dengan gemas Rio mencium hidung bangir Ify.

"ihh apaan sih." tolak Ify atas perlakuan Rio barusan.

"Halah kamu nolaknya telat Fy, udah dicium baru nolak." Rio tertawa pelan dengan segera ia menjalankan mobilnya kembali karena lampu sudah berganti menjadi hijau.

"Lagian kamu nyiumnya gak bilang dulu." rajuk Ify manja, membuat Rio tertawa pelan dengan sikap Ify.

"Mana ada__ eh.."
Getaran ponsel Rio membuat Rio menghentikan obrolannya, diliriknya nama yang tertera dalam layar ponsel tersebut. Shilla

"Ya, kenapa...."
"Apa???" belum sempat Rio menanyakan ada apa, Shilla sepertinya langsung menjatuhkan bomnya dengan mengatakan hal yang tak pernah ia duga sebelumnya.
"Tapi kenapa Shil.." tanya Rio masih tak percaya. Ini tidak mungkin.

Ify memerhatikan dari samping Rio, dahinya berkerut bingung melihat Rio yang tampak emosi, ia hanya menghela nafas panjang, bukan kali ini saja Ify melihat Rio yang seperti itu, menerima telvon entah dari siapa dan sudah dipastikan setelah itu Rio terlihat marah entah apa yang dibicarakan.
"Kamu kenapa?" tanya Ify setelah Rio mematikan ponselnya, ia mengelus lengan Rio pelan, mencoba menenangkan suaminya ini.

Rio menoleh kearah Ify,dan menggeleng, ia menyempatkan mencium dahi Ify lembut setelah mobil memasuki bassment apartemen.
"Kamu bisa masuk sendiri kan? aku harus ke kantor sekarang."

"Ada masalah ya dikantor, muka kamu kusem begitu Yo."

"Sedikit. Tapi aku janji bakal ngeberesin ini secepat mungkin. " Rio menepuk puncak kepala Ify dan menyunggingkan senyumnya sekilas, sebelum akhirnya keluar untuk menurunkan belanjaan Ify.

Ify mengangkat bahu tak mengerti dengan jalan fikiran Rio, dengan segera Ify bergegas turun untuk membantu Rio membawa belanjaan yang tidak terlalu banyak kedalam apartenmen.

"Aku pergi dulu, kamu hati-hati di dalam. Jangan lupa kunci pintu apartemen." pesan Rio sebelum pergi.

"Iya, kamu juga hati-hati dijalan. jangan ngebut." Ify memamerkan gigi putihnya untuk mengantar Rio.
Sebenarnya Ify ingin enggan, karena ia ingin lebih tau tentang masalah yang dihadapi Rio sekarang, karena ia sudah cukup muak dengan ketidaktauan ini.
***

Makin ancur makin typo dan makin keluar alur komplit dahhh.  Saran sangat diperlukan :)

admn_2

Rabu, 13 Agustus 2014

The Separated Twins -SINOPSIS-

Cerbung baru geysss

*****

Dua kembar yang terpisahkan oleh keadaan, dimana salah satu dari kembaran ini mengoprasi wajahnya total demi membayar dendam masa lalunya.

Pelan-pelan kembar tapi berbeda ini masuk kedalam lingkaran saudaranya, namun dendam itu kian membesar ketika seorang gadis berdiri ditengah-tengah saudara kembar ini.

Hingga gadis ini menentukan pilihannya diantara mereka. Namun saat jalinan cinta terjalin, mulai ada rasa -lagi- terhadap seseorang yang sudah dianggap sahabat membuat ia terjebak dalam lingkaran friendzone yang begitu menyakitkan.

****
Main cast : Nario Akhsanun Nashri
                 Gabriel Muhiqqul N.
                  Khanify Arkhaeta

Selasa, 05 Agustus 2014

Pacar Halalku

Couple baru kawan wkwk ini requesan kasurr :D baca yukk hehe jangan lupa follow twitter author ya @_khurul

*****

Anin menunduk dalam ruang BK, pandangannya hanya tertuju pada sepatu hitam yang kini melekat pas pada kakinya. Kerudung yang ia pakai semakin kusam tatkala tangan panjang meremas ujung jilbab untuk mengurangi rasa gugup yang membuncah pada dirinya, ia melirik sekilas pada laki-laki didepannya, seseorang dengan peci hitam mengenakan seragam putih abu-abu nya sama seperti dirinya, kini juga tengah menuduk sambil sesekali mencuri pandang kearahnya.

"Kalian telah melanggar peraturan saya. Kalian tau kan apa akibatnya jika ketahuan pacaran disekolah ini.!!" bentak Pak Jamil, guru killer yang selalu membuat takut para siswa-siswinya.

"Tau pak !! Salah satu dari kami harus mengundurkan diri dari sekolah ini." jawab Anin dan Daud secara bersamaan.

Daud melirik Anin sekilas, ia merasa kasian, pasti sekarang Anin tengah memikirkan perasaan orang tuanya dirumah. Sungguh ini memang diluar kendali mereka berdua, mereka ditempatkan di ponpes yang sama dan dipertenukan di salah satu organisasi sekolah. Wajar jika diantara kami saling terikat dengan pesona masing-masing. Walaupun kata Pak Kiyai kalo pacaran itu tak boleh, tapi sebagai lelaki yang normal ia akan terikat dengan kelembutan dan keramahan Anin yang terlihat begitu tulus. -Hahahahaha, Anin ngefly cuuyyy !!-

"Kalian berdua ikut saya." perintah Pak Jamil dengan suara tegasnya, membuat Daud segera beranjak mengikuti pak Jamil.

Daud menoleh kearah Anin yang masih terdiam dikursinya, ia sangat tahu pikiran apa yang berkecamuk dalam diri Anin.
"Dek Ayo.." ajak Daud sekaligus membuyarkan lamunan Anin, membuat Anin terlonjak kaget dan segera mengikuti langkah Daud yang ada didepannya. Dengan bingung ia tetap melangkah dan berhenti ketika Daud berhenti tak jauh didepannya. Anin mendongak ketika ia menatap kesekeliling, ia menelan ludahnya dalam-dalam. "Ya Allah, jangan permalukan aku disini" batin Anin terus berucap,  ia menatap kesekeliling yang perlahan mulai ramai.

Daud terus mencoba tenang, ia tak takut dengan kondisi apapun, ia sudah terbiasa dengan hukuman pondok yang sering ia jalani, ia khawatir dan merasa sangat bersalah, melihat gadis disampingnya yang tengah menunduk, menyembunyikan wajah tanpa balutan makeup kedalam kibaran jilbab yang terkena angin. Daud tahu, Anin tak pernah merasakan hukuman pondok sama seperti dirinya, ia sudah hafal dengan kelakuan Anin. Dan lagi-lagi ia kembali menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian ini.

"Mohon, untuk semua siswa-siswi MA ALHIKMAH 2 keluar dari kelas masing-masih untuk menyaksikan acara ini. Sekali lagi.." suara Pak Jamil terdengar jelas melalui spekker sekolah, membuat suasana menjadi sangat ramai dikelilingi semua siswa, bahkan guru pun ikut melihat acara ini.

Anin tak sangggup menatap lurus kedepan, ia kini menjadi pusat perhatian semua siswa, ia maluu sangat malu. Matanya yang sedari tadi memanas, -menandakan airmatanya yang mau keluar- ia tahan kuat-kuat. Anin tak mau jika orang mengasihinya terlebih orang yang berdiri tak jauh dari sampingnya.

Pak Jamil menghampiri pasangan yang terkena kasus, ditangannya sudah terdapat tali rafia yang entah untuk apa.
"Kalian berdua mendekat." perintah Pak Jamil, dengan nada yang tak mau dibantah. Ia menatap jengkel Daud maupun Anin karena telah melanggar peraturannya. Pak Jamil mengikat tali rafia ke pergelangan tangan Daud, memotongnya sekitar 30cm dan ia menatap Anin penuh kebencian.
" Bu micho, tolong ikatkan tali rafia ini ditangan Anin." perintah Pak Jamil dengan suara yang seperti sebelumnya.-tak mau dibantah-membuat semua siswa terdiam melihat kejadian ini. Mungkin mereka juga bertanya, untuk apa tali dikaitkan antara Anin dan Daud.

Anin hanya diam ketika tangan kanannya ditarik paksa oleh Bu Micho, terlihat sekali jika Bu micho tak suka padanya.

"Kalian berdua ikut saya memutari sekolah ini.dengan tali rafia yang saling terikat." tegas Pak jamil, ia berjalan terlebih dahulu dan menarik tangan Daud, sehingga ia tertarik dan menyebabkan Anin yang ada dibelakangnya tertarik juga.

Suasana sekolah mulai riuh, mereka melihat dari depan kelas mereka masing untuk melihat kasus ini, ada yang merasa kasihan, menatap dengan benci dan pandangan tak suka pun ada, bahkan ada yang menangis terutama sahabat-sahabat Anin.

Daud terdiam ketika menaiki tangga satu persatu, ia bodoh tak mau mendengarkan kata Anin dulu, ia terlalu bernafsu untuk memiliki Anin sebelum ada yang mengikat Anin terlebih dahulu.

Anin terus menunduk, tak sanggung hanya untuk sekedar mengangkat wajahnya, disetiap langkahnya Anin terus memohon ampun dan pertolongan kepada sang pemberi ampunan. Ia kalah oleh nafsunya sendiri untuk menerima Daud sebagai kekasih, padahal ia sudah sering di ceramahi oleh para kiyai kalo pacaran itu haram hukumnya.

"Aniinn.. Aniiinn.. Aniinnn.." teriak sahabat- sahabat Anin ketika Anin melewati persis didepan kelasnya, ia mengakat kepalanya dan terenyuh ketika melohat sahabatnya Ury, Ninda dan juga Ainy telah berurairan airmata, ia tak sanggup menatap sahabatnya itu dengan susah payah Anin kembali mengabaikan sahabatnya dan kembali menunduk, memandangi tali rafia yang terikat dengan Daud.

Tiba-tiba ada beberapa tangan hangat yang merengkuh lehernya dari belakang, terdengar jelas masih ada isakan ditelinga Anin, membuat ia menoleh dan menghentikan langkahnya, menatap sebentar dan menganggukan kepalanya.

Daud serasa dihantam ribuan truk tronton ketika melihat Anin dengan senyum yang mengembang mengangguk tulus didepan sahabatnya, ia tahu keadaan hati Anin sekarang, bahkan disaat seperti ini Anin masih mampu tersenyum kuat untuk menenangkan sahabatnya. Seharusnya Anin juga menangis, dia bukan wonder women yang selali tersenyum ketika duka menghampiri, dia Anin manusia dengan segala kekurangannya.

"Kenapa berhenti?? JALAN LAGI !!! " bentak Pak Jamil dari depan, membuat Anin yang tengah menghapus air mata Ury berhenti dan menatap Pak Jamil takut. Dengan susah payah Anin kembali berjalan dengan langkah yang berat, melepaskan pelukan hangat dari Ainy yang terus melekat pada tubuhnya.

Daud kembali berjalan dengan tangan dibelakangnya, menggandeng Anin dengan tali rafia, ia menengok kearah Anin dan tersenyum pedih melihat Anin yang justru melebarkan bibirnya.

Saat hendak memasuki lantai tiga, lantai dimana kelas putra berada, Anin menghembuskan nafasnya perlahan, ia sangat takut karena baru pertama kali memasuki kawasan putra. Dengan derap yang begitu amat sangat lambat -dikarenakan langkah Pak Jamil yang paling depan juga melambat- Anin melewati kelas putra yang semua siswanya sudah berada persis dudepan kelas.

"Huuuuu pulang aja sana gak usah sekolah kalau mau pacaran.."

"Huuuu"

Daud dan Anin hanya mampu mengusap dada mereka. Ini sudah menjadi resiko mereka. Dibenci dihujat dan dicaci itu yang mereka dapatkan ketika mereka dikliling seperti ini.

"Jangan pacaran ya kakak-kakak.." celetuk salah satu siswa putra membuat suasana yang begitu panas bertambah. Semuanya tertawa mengejek kearah mereka berdua.

Pak Jamil yang berada didepannya hanya menyunggibgkan senyum setannya.
****

Anin membulatkan mata saat sampai di lapangan lagi, ada tiga sahabat yang selalu menemaninya 3 tahun ini, dan ditengah lapangan sudah ada air got yang terlihat menjijikan terkumpul dalam wadah yang berupa ember, membuat Anin menelan ludahnya dalam, ia menarik tali rafia yang terhubung dengan Daud, membuat Daud menoleh dengan sorot mata yang penuh kecemasan.
"Aku takut. . ." bisik Anin pelan, ia berharap Daud bisa membaca gerak bibirnya.

Daud hanya tersenyum pedih, ia menatap mata Anin dengan penuh perasaan, ia tau bahkan sangat tahu apa yang terjadi setelah ini.
"Maaf. . ." hanya itu yang keluar dari bibir Daud, membuat Anin menggelengkan kepalanya cepat-cepat. Tidak !! Ini bukan sepenuhnya kesalahan Daud.

Lagii, suara isak tangis sahabat Anin membuat Daud menghela nafas berkali-kali.
"Kamu kuat Anin, aku tau itu.." jerit Daud dalam hati.

"Kalian berdua ketengah sekarang." perintah Pak Jamil keras, membuat Anin dan Daud segera melangkah mendekati Pak Jamil yang sudah berdiri dengan gunting ditangannya.

Pak Jamil tersenyum sinis dan memerintahkan Daud dan Anin berhadapan dengan sambungan tali rafia yang di tangan diangkat tinggi-tinggi.

"Kalian telah melanggar peraturan sekolah ini. Dengan ini, saya NYATAKAN.HUBUNGAN.KALIAN.PUTUS. !!!!!!! "

Dan Kreeekkkkkkk !!!!

Tali rafia yang menghubungkan tangan Anin dan Daud digunting dengan kejam oleh Pak Jamil, membuat suasana yang tadi mencekam kini berubah heboh dengan teriakan-terikan siswa.

Anin dan Daud hanya saling menatap sedih, perasaannya tak bisa digambarkan lagi. Hubungan yang mereka jalin selama dua tahun terakhir kandas begitu saja oleh guru BK mereka, ditambah cobaan bagi mereka yang sebentar lagi mengikuti Ujian Nasional.

Anin kembali menunduk melihat potongan tali rafia yang masih mengikat tangannya. Ada sesuatu yang menusuk dadanya. Entahlah ia ingin segera pergi dari neraka ini dan pulang untuk membenamkan badannya dikasur, ia sudah cukup lelah dan juga malu untuk menghadapi hal berikutnya.
Anin hanya diam ketika tangannya kembali ditarik oleh Bu Micho untuk menghadap siswi putri yang disebelah timur, sedangkan dari ekor matanya Anin melihat tubuh tegak Daud dipangksa menghadap siswa putra sebelah selatan.

Dan sorakan pun kembali ramai, ketika Pak jamil dengan entengnya menyiduk satu gayung air got dari ember yang ada ditengah lapangan, berjalan dengan senyuman yang tak bisa dibaca memdekati Daud.
"Kamu siap??" tanya Pak Jamil tenang, tanpa beban walau tak dipungkiri matanya masih tajam menatap Daud.

Daud mengangguk mantap, dan sedikit menundukkan kepalanya agar memudahkan Pak Jamil untuk menyiramkan air got disekujur tubuhnya.

Pak Jamil kembali tertawa pelan, dengan mengambil peci yang masih menempel dikepala Daud, Pak Jamil dengan pelan menyiram air got tersebut dikepala Daud tanpa kasihan.

Daud hanya memejamkan mata ketika dirasakan air yang menjijikan ini mulai menetes sedikit demi sedikit kewajahnya, bau tak enak yang begitu sangat dominan membuat Daud harus menahan nafasnya dalam-dalam. Ia berharap, ember yang berisi air hitam tersebut semuanya membasahi tubuhnya. Jangan Aninn cukup ia saja yang merasakan bau tak sedap ini.

"Mau lagi??" tanya Pak Jamil

"Yah, saya mau lagi. Habiskan air dalam ember itu dan guyurkan keseluruh tubuh saya." jawab Daud tak gentar dengan pertanyaan Pak Jamil.

"Lalu Anin?"

"Biarkan dia pulang Pak, saya mohoon. . Hukum saya sepuas Bapak tapi jangan pernah menghukum Anin dia perempuan baik-baik. Dan satu lagi.." Daud balik menatap tajam Pak Jamil, entah setan apa yang merasuki badan Daud sehingga Daud berani menentang guru paling killer sekalipun.

"Keluarkan saya, tapi jangan pernah mengeluarkan Anin dari sekolah ini. Demi Allah, dia mau Ujian minggu depan. ." lanjut Daud penuh penekanan, ia menggertakan giginya ketika dirasakan Pak Jamil hanya mengejek ucapannya. 

"Kamu sendiri bagaimana? Kau masuk program keagamaan yang masa belajarnya 4 tahun dan kaupun sebentar lagi ujian,.."

"Saya tak perduli, apapun demi Anin agar ia tetap bertahan disini pak.." jawab Daud sedikit membentak.

"Dan saya pun tak perduli dengan omongan mu itu.." dengan sekali guyuran,Daud kembali merasakan bau yang begitu menjijikan ditubuhnya. Ia menengok kesamping dan seketika tubuhnya lemas seperti kehilangan tulang belulang tatkala melihat Anin, dengan rangkulan ketiga sahabatnya diguyur air yang hitam itu menggunakan ember. Terlihat sekali banyak lumpur dan juga ada sedikit lumut yang mengenai jilbab putihnya,..

Jeritan dari siswa putri menambah suasana panas dilapangan ketika Bu micho mengguyur badan Anin dari belakang dengan segayung air kolam yang bersih, membuat baju Anin terlihat transparan.

Anin menunduk saja, menyembunyikan wajahnya yang kini penuh airmata, ia bukan perempuan lemah yang mau memperlihatkan cairan bening dari matanya, ia tak mau dikasihani banyak orang. Anin mengelus salah satu tangan yang sedari tadi memeluknya, entah tangan siapa, yang ia tahu ini adalah tangan salah satu sahabat terbaiknya. Sahabat yang mau mandi air lumpur dengan campuran sampah yang menjijikan demi dirinya, demi melindungi dirinya. Ia menggigit bibirnya keras ketika mendengar ketiga sahabatnya menangis karenanya, ia menahan tangis mati-matian ketika Ury dengan sesenggukan memakaikan jaket kebadannya untuk menutupi dalaman yang terlihat karena baju yang ia kenakan sudah basah dan terlihat transparan. Anin mengangkat wajahnya dengan pipi yang masih basah oleh airmata. Ia tersenyum kearah sahabatnya yang juga basah oleh airmata.
"Makasih. . ." Anin melebarkan senyumnya, namun justru tangis sahabatnya semakin kencang, dan langsung menggandeng Anin keluar lapangan.

-Sahabat akan menghampiri ketika seluruh dunia menjauhinya, karena persahabatan itu bagaikan tangan dan mata. Ketika tangan terluka, mata menangisinya dan ketika mata menangis tanganlah yang menghapusnya.-

*****

"Selesai. . . " ujar wanita cantik  dengan jilbab ungu setelah mengakhiri cerita panjangnya.  Ia tersenyum dan mengusap kepala anak yang berusia tiga tahun tersebut, ia membayangkan kembali perjuangan hidup untuk mendapatkan sebuah kebahagian yang ia genggam sekarang.

"Kamu cerita apa?" tanya seseorang dari belakang badannya. Dengan hangat, ia melingkarkan lengannya keperut istri tercintanya.

"Masa SMA kita dulu." jawab Anin tersenyum, ia menoleh dan mendapati Daud yang tengah tersenyu juga kearahnya. Pria manis dengan sejuta pesonanya, hitam namun begitu manis, alis tebal, kumis tipis dengan tatapan tajam yang membuat Anin selalu terpesona, yah Aldaudly ArRahhman imam keluarga kecilnya.

"Tidak dengan masa kuliah kita yang berjauhan itu hemmm??" jawab Daud tenang, ia mengambil selimut dari lemari dan menyelimuti Adnain Ardan Arrahman, putra pertama mereka.
Anin yang mendengar itu hanya terkekeh ringan dan menepuk bahu Daud pelan.
"pengecualian untuk yang itu." dan mereka kembali tertawa dengan Daud yang mengusap pelan rambut Ardan.

-Aldaudly ArRahman-
          dengan
-Anindha Putri Dewi-

The End

Senin, 04 Agustus 2014

Cerita Cinta Bag.20

Haloo cercin datang:) sebelumnya maksih ya buat own yang udah bantuin ini. Hihihi tankyuuu:*
Follow twitt author yuk @_khurul / 79D03189

Yuuuuukkk langsunng dinikmati

******

Ify berjalan kedapur untuk memenuhi hasratnya yang ingin memakan sesuatu. Dalam diam ia melangkah dan tak menghiraukan Rio yang tengah serius dengan kertas dan laptop di ruang tengah, ia masih marah dengan kejadian beberapa minggu yang lalu ketika Rio membicarakan sesuatu dengan Shilla di Apartemennya, hatinya masih sakit melihat semuanya.

Rio mendongak ketika Ify melewatinya begitu saja, ia menghembuskan nafas kasarnya mencoba membuang semua yang terjadi akhir-akhir ini, ditambah dengan sikap diam Ify membuat ia semakin frustasi. Mungkin memang sebaiknya dirinya menyudahi semua drama ini.

"Fy.." Rio berjalan mengikuti Ify menuju kamar mereka. Sudah lama rasanya Ify tak membuka suaranya.

Ify mencoba mengacuhkan panggilan dari Rio. Ia tetap berjalan menuju kamarnya tanpa mau memperdulikan Rio. Masih ada rasa kecewa dalam diri Ify. Melihat Rio bersama wanita lain di Apartemennya terlebih dirinya yang notabennya sebagai ISTRI tak dihargai oleh Rio.

Rio menahan pintu saat Ify hendak menutup pintu kamarnya, ia mendorong pintu tersebut sehingga Ify mengalah untuk membiarkan dirinya masuk.
"Lo masih marah?" tanya Rio perlahan saat dirinya sudah masuk dan mulai duduk di meja rias Ify.

Ify hanya diam ia memilih membaca novel dengan posisi tengkurap diatas kasur dan membiarkan Rio dengan pertanyaan bodohnya. Sudah sangat jelas kalo dirinya masih sangat marah.

"Fy gue tanya sama lo." tanya Rio sekali lagi dengan suara yng cukup tinggi, ia sudah terlalu lelah untuk membicarakan hal seperti ini.

Dengan pelan Ify menutup novelnya, mengangkat kepalanya perlahan hingga pandangan mereka berdua bertemu. Ify menatap Rio dengan pandangan yang sulit dijelaskan.
"Aku kecewa sama kamu.." ujar Ify lirih, ia mencoba menyembunyikan airmatanya yang sudah siap meluncur. Tanpa mau memandang Rio sedikitpun Ify menyingkap selimut dan bersembunyi didalamnya, ia tak mau terlihat Rio melihat airmatanya.

Rio memejamkan mata saat mendengar nada bicara  Ify yang penuh dengan luka, walaupun lirih Rio bisa merasakan ada sebuah penderitaan yang Ify tanggung sendiri. Ia merasa sangat amat bersalah telah membohongi Ify, terlebih saat Rio menatap manik mata Ify, disana tergambar jelas ada luka, amarah dan rasa kecewa yang begitu dalam kepada dirinya, walaupun tak dapat dipungkiri ada perasaan hangat yang menyelimuti hatinya, Ify cemburu padanya. Perlahan Rio menghampiri ranjang dan duduk dipinggiran kasur, mengusap punggung Ify yang bergetar, mencoba menenangkan istrinya.

"Aku jelasin, kamu tolong berhentii nangis. Aku sayang kamu." mohon Rio mencoba bersabar menghadapi Ify, ia menunduk dan mengecup puncak jepala Ify yang tak tertutup selimut, ia merasa sakit melihat Ify yang menangis dengan keadaan yang seperti ini.

Mendengar Rio berbicara seperti itu membuat Ify semakin menangis, menggigit bibir bawahnya agar tak terlalu terdengar,
"Kenapa kamu ngomong kayak gitu sama aku Yo, sedangkan kamu masih nyimpen Shilla dalam hidup kamu." jerit Ify tak terima, ia membiarkan airmatanya terus mengalir tanpa mau menghapus airmata itu biarlah ia menangis untuk hari ini, perlahan ia membenamkan wajahnya ke bantal agar isakan tak begitu terdengar

"Ify !!! dengerin aku dulu." bentak Rio, menarik tangan Ify agar keluar dari selimutnya, ia sudah pusing dengan semua pekerjaan nya, ia tak suka dengan sikap Ify yang menurutnya begitu kekanak-kanakan.

Rio membeku ketika melihat pipi Ify yang basah, mata bengkak yang masih terus mengeluarkan airmata. Ia seakan lemas melihat pemandangan didepannya, perasaanya kacau, Rio menjambak rambutnya dengan kasar, dan  berjalan menuju kamar mandi, menutup pintunya dengan sekali hentakan. Rio menyesal, sangat menyesal melihat orang yang paling ia sayangi menangis begitu hebat karena ulahnya. Dengan kasar, ia menyalakan shower dan membiarkan tubuhnya basah oleh air.
****
Ify masih terus menangis setelah kepergian Rio, dengan isakan yang juga belum mereda, ia kembali membenamkan wajahnya di bantal, ia merasa bersalah pada Rio, ia tahu tak seharusnya ia berbuat seperti itu, memancing amarah Rio hingga Rio membentak dirinya. Ify merasa bodoh dengan sikapnya akhir-akhir ini yang selalu mengacuhkan Rio hanya karena rasa cemburu dirinya yang berlebihan terhadap hubungan Rio dan Shilla. Memang sudah seharusnya ia tak usah perduli dengan Shilla, toh kalaupun benar Rio bersama Shilla ia akan siap menerima Shilla, sudah cukup ia menyakiti Rio dengan sikapnya. Ify menggigit bibir bawahnya ketika mendengar pintu kamar mandi yang terbuka, ia tak mau jika Rio mengetahui dirinya masih menangisi kebodohannya.

Pintu kamar mandi terbuka, dan Rio kembali menghembuskan nafasnya berulang kali, harusnya ia bisa menjadi air jika Ify dalam kondisi seperti ini, mampu menenangkan Ify bukan sebaliknya, malah ikut tersulut emosi.

Ify semakin menggigit bibir bawahnya, ia takut, sangat takut jika setelah ini Rio pergi meninggalkannya, dan membiarkan dirinya sendiri disaat Ify tengah berada dipuncak untuk mencintai Rio. Ify tak ingin Rio pergi bersama orang lain, terlebih itu... Ify menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir bayangan Shilla dalam rumah tangga ini.

Dengan pelan, Rio membaringkan badannya disamping Ify, pandangannya masih tertuju pada gundukan selimut yang ada disampinya, Ify dengan posisi tidur meringkuk dan membelakanginya. Badannya masih terlihat bergetar. Apa mungkin Ify masih menangis??  Rio mengusap wajahnya frustasi, membalikkan tubuhnya, sehingga saat ini baik Rio maupun Ify saling membelakangi. Rio memejamkan mata ,mencoba menghilangkan bayang-bayang wajah Ify yang tengah menangis karenanya. Ia merasa bodoh membiarkan Ify menangis seperti itu dan dirinya dengan brengseknya meninggalkan Ify begitu saja.

Ify kembali terisak saat mengetahui Rio tidur dengan membelakanginya, terlihat dari gerakan tubuh Rio, tidak seperti biasa, membiarkan Ify berada dalam dekapan Rio setiap malam. Ia ingin berbalik dan memeluk Rio dari belakang, meminta maaf dengan sikapnya yang telah membuat Rio terlihat kacau. Tapi entah kenapa badannya tak mau menggerakan untuk memeluk Rio, membuat Ify bingung sendiri. Ia ingin Rio yang mendekap dirinya sama seperti biasanya.
****
Rio mencoba menulikan pendengarannya ketika isakan tangis Ify terdengar semakin keras, sungguh ia sangat ingin memeluk tubuh Ify, menenangkan istrinya itu dalam dekapan hangatnya, hatinya teriris mendengar itu semua. Dirinya terlalu takut untuk sekedar memeluk istrinya, ia tak ingin Ify kembali marah. Biarlah ia menahan sakit dengan membiarkan Ify menangis semalam.

Rio tersentak kaget saat mendapati ada lengan yang melingkar pada perutnya, isakan tangisnya terdengar memilukan ditelinganya.

Ify yang akhirnya menyerah dengan hatinya akhirnya memilih memeluk Rio dari belakang, melingkarkan lengannya pada perut Rio, ia tak perduli apapun. Ify sangat membutuhkan pelukan Rio untuk menenagkan tangisnya.

Rio yang sempat terkejut akhirnya mampu menguasai dirinya, dengan segera, ia membalikkan tubuhnya dan balas memeluk Ify, menyandarkan kepala Ify pada dada bidangnya, membiarkan Ify mendengarkan detak jantungnya yang begitu cepat hanya karena pelukan tiba-tiba Ify.

Rio mengeratkan rengkuhannya dipinggang Ify, mengecup puncak kepala Ify berulang.
"sssttt, nggak usah nangis lagi." bisik Rio ditelinga Ify, ia kembali mengecup puncak kepala Ify.

Ify merasa sangat disayang dengan perlakuan Rio. Hatinya menghangat dan isakkan kembali terdengar ia rindu dengan dekapan Rio yang posesif tapi hangat ini.
"Akku..."gumam Ify tersengal, ia kembali membenamkan wajahnya pada dada Rio, mendengarkan detak jantung Rio yang begitu cepat, sama seperti dirinya.

"kita tidurr.." Rio mendekap Ify erat, menikmati aroma Ify yang sangat Rio sukai. Ia tahu Ify tak mampu menjelaskan apa yang dirasa sama seperti dirinya. Rio hanya berharap, Ify selalu berada disampingnya untuk sekarang esok dan selamanya

Kruuyyuuuk kryuukkk

Ify menyembunyikan wajahnya yang merona, ia tak habis fikir dengan perutnya yang tak tau situasi ini.  Ia malu, pasti Rio menertawakannya.

Rio tertawa pelan dan melonggarkan pelukannya. Ia menatap wajah Ify yang menunduk mencoba menutupi rona merah dipinya. Rio dengan gemas mencium pipi Ify yang merona, membuat Ify semakin malu pada Rio.
"Ayoo makan.." ajak Rio semangat, menarik Ify yang masih terbaring dan mengajaknya pergi kedapur.
****

Gimana?? Mau lanjut kebagian selanjutnya gak?? Oh ya, kalian sebenernya pengen cercin kayak apa sih alurnya? Kalo misal kalian jadi author cercin kalian pengen bagian 21 seperti apa?? Ayooo tulis keinginan kalian di komentar ya, author nya penasaran(?) dengan ide2 kaliaan.

Thankyuu yang udah mau baca dan setia nunggu.

Admn_2

Rabu, 23 Juli 2014

Pengorbanan

Pengorbanan by @_khurul
Yang request Rify ini lunas ya:D semoga tidak mengecewakan.

*****
"Ify gue pengen getok elo nih. Sumpahh dedek gue sama lo." teriak Rio dari dalam kelas, ia mencari buku PR yang disabotase Ify didalam tasnya.

"Gedek Rio bukan dedek aiiisssh." jawab Anin yang ternyata ikut mencari buku PR Rio, ia tak tega melihat Rio bergulat mencari bukunya sendirian.

"Dimana sih bukunya, frustasi gue. Bu Aidha jam pertama ini wooy!!" Rio menjambak rambutnya frustasi karena tak menemukan buku PR nya.
"Salah lo sih mau aja pinjemin PR lo ke Ify." ucap Anin menyalahkan Rio, ia membuka tas Ify dan menggledah isinya.

"Nyesel gue sumpah. Kenapa penyesalan datengnya belakangan sih bukan diawal. Ify lo dimana ."

"Iyalah penyesalan datangnya di belakang kalo di awal namanya pendaftaran." ujar Anin terkikik, tangannya menemukan sesuatu yang mungkin bisa di bilang Gila. Ia melirik kearah Rio yang tengah mencari didepan meja guru(?)

"Haha kok lo ngomong gitu unyu banget Nin?" Rio berjalan mendekati Anin.
"Eh lo nyembunyiin apa sih tuh." lanjut Rio ingin tahu apa yang dipegang Anin.

"Gakpapa Yo, gue cari Ify dulu ya. Dadah Rio." Anin nyengir kearah Rio dan berlari keluar kelas.

"Eh tapi buku PR gue belum ketemu Wooy." teriak Rio -lagi-
"Buku lo sama Cakka kayaknya. " terdengar suara Anin yang samar.

"Punya temen kok nggak ada yang waras sih. Udah tau sama Cakka kenapa dia ikutan cari??" gumel Rio heran, ia melangkah keluar kelas mencari Cakka.
*****
Ify tengah menyendiri di taman sekolah, ada yang harus ia renungi untuk saat ini. Tentang hati dan juga perasaan nya.
"Ternyata logika selalu salah dalam mencari cinta. Ahhhh Gue GALAU."

"Galau karena ini?" tanya Anin tiba-tiba dan langsung duduk disamping Ify. Tangannya menyodorkan kertas yang sudah cukup kusam ke tangan Ify.

Ify membuka matanya lebar-lebar melihat kertas yang disodorkan Anin.
"Heh lo nemuin ini dimana? Lo .. lo. tau ini. Jangan bilang siapa-siapa plisssss." mohon Ify dengan muka melasnya, tangannya ia tangkupkan didepan wajah Anin.

"Gue sih nggak bakal bilang ya Fy, tapi kalo orang yang lo sebut tau gimana?"

"Ya jangan sampai tau lah Anin sayang." jawab Ify tersenyum kecut. Ada yang mengganjal hatinya saat ini.
"Lo mulai kapan suka sama Rio Fy?" tanya Anin kepo, ia memandang aneh kearah Ify yang tengah meremas kertas yang ia temukan dan membuangnya.

"Dulu, sejak gue ketemu Rio waktu Mos." Ify menghela nafas panjang dan menyandarkan kepalanya di bahu Anin.

Anin mengangguk anggukan kepalanya dan membiarkan Ify bertingkah seenaknya.
"Kenapa lo nggak suka sama gue sih Fy, lo kan kenal gue duluan daripada si Rio."

"Maaf ya Nin, tapi gue masih waras buat suka sama lo." Ify tertawa dengan posisi yang sama. Ia tahu sudah seharusnya ia berbagi dengan sahabatnya sejak dulu, tidak menyimpannya sendiri hingga menjadi beban yang menakutkan.
"Sialon lo Fy,eh tapi gue dukung lo kok buat suka sama Rio. Walaupun ya orang bilang sih lo sekarang dalam lingkaran friendszone ya." Anin merogoh ponselnya dan mendapati pesan bahwa sekolah diliburkan karena ada asap tebal(?)

"Kenapa?" tanya Ify saat melihat Anin malah tersenyum garing.
"Sekolah diliburin Fy." Anin menjawab singkat dan meneruskan mengotak-atik ponselnya.

"Lo nggak nyalahin gue karena suka sama Rio? lo tau kan Rio juga sahabat kita?"

"Ify yang maniis, harus berapa kali sih gue bilang. Sahabat itu nggak harus membenarkan dan menyalahkan, sahabat itu cuma negur saat lo berbuat salah. Dan untuk perasaan lo ke Rio gue anggep sih wajar, secara apa yang lo bilang tadi yang nggak wajar itu saat lo suka gue." jelas Anin panjang lebar, ia mengangkat kepala Ify dari bahunya.

"Makasih ya sudah mau jadi sahabat gue." lanjut Anin tulus dan langsung memeluk Ify erat.
Ify yang kaget mendengar penjelasan Anin barusan mencoba mempercayai gendang telinganya. Siapa tau ia salah dengar kan.
"Lo kejedot di pintu mana sampe bijak gitu omongan lo." tanya Ify polos saat Anin melepas pelukannya.

"IFfffffyyyyyy "

****

"Rio pulang pah." teriak Rio saat memasuki rumahnya.
"Oh Rio, kebetulan tolong anterin tante Runa pulang ya. Papah buru-buru, kamu nggak papa kan?" ujar Seta meminta tolong pada Rio, memang, sebentar lagi tante Runa akan menjadi nyokap baru Rio. karena nyokap asli(?) Rio sudah pergi jauh.
"Oke pah, Rio ganti baju dulu tante." Rio sedikit berlari kearah kamarnya.

Sampai dikamar, Rio tak langsung mengganti baju, ia mengambil sesuatu dari saku celananya.

"Rio cepet kasihan tante Runa nungguin." teriak papahnya dari bawah, membuat Rio urung membuka kertas tersebut dan memilih segera mengganti baju nya.
"Yuk tan.." ajak Rio, ia sudah mengganti seragamnya dengan baju santai.

"Oh ya, ayo. Maaf ya tante ngerepotin." ujar Runa lembut, dan dibalas anggukan dari Rio.

Didalam mobil, Rio dan Runa mengobrol banyak, mulai dari kegiatan Rio disekolah, hobi sampai nasihat yang Runa berikan membuat Rio tersenyum senang.
"Seenggaknya ibu tiri gue nggak sejahat kota metropolitan." pikir Rio.

"Ke kiri Rio, nanti ada gang masuk yah." Runa memberi arahan ketika mobil Rio sudah sampai gerbang perum.
"Oke tan." Rio langsung mengikuti arahan Runa. Dan sampailah didepan rumah yang tidak terlalu besar namun cukup rindang dengan berbagai tanaman didepannya.

"Masuk dulu yuk. Ketemu anak tante, sepertinya dia dirumah." ajak Runa.
"Nggak usah tan, Rio buru-buru nih. Lain kali janji deh Rio mampir."
"Bener ya, lain kali mampir. Hati-hati dijalan."

"Sipp, byee tan."

Rio berjalan pelan keluar dari perum, ia akan tidur siang setelah ini.
*****
Rio masuk kedalam kamarnya dan ia ingat sesuatu tentang kertas yang dibuang Ify tadi waktu ditaman, sepertinya ada sesuatu yang dirahasiakan Ify dan Anin.
"Apasih yang mereka bicarain sampe pelukan nggak ngajak gue." gumam Rio saat tangannya mencari kertas yang ia taro dilaci meja belajarnya.

Rabu,17 November 2013

Gilla, ini benar-benar gilla. Gue gak tau ini namanya apa, tapi yang jelas gue selalu deg deg degan deket Rio, suka salting pas deket Rio. Gue kenapa coba,gue suka cari masalah sama dia supaya ngilangin salting gue dan supaya Rio selalu deket gue. Ahhh pusing.. Rio kalo gue suka sama lo, apa lo nerima gue? atau jangan-jangan lo pergi ngejauhin gue. RIOOO i love you mungkin.

Ify Arkhaeta :*

Rio terbengong setelah membaca barisan kata diatas. IFY... oh god.
"Gue juga suka sama lo Fy. " gumam Rio pelan, ia menyimpan kertas tersebut dan segera memilih tidur. Ada rasa hangat yang menyelimuti hatinya. Setidaknya rasa ini tidak bertepuk sebelah tangan.
*****
Ify memarkirkan sepeda nya dan berjalan menuju kelas, ia menghembuskan nafas beberapa kali saat melihat Rio dari kejauhan tengah tersenyum kearahnya. Ia memegangi dadanya merasakan detak jantungnya yang kembali bekerja lebih keras.
"Tenang Fy, tanang.. Rio sahabat lo, jangan ngerusak persahabatan ini." Ucap Ify dalam hati, ia mencoba bersikap normal.

"eeeittsss .. buru-buru banget non sampe nggak liat orang ganteng disini." ucap Rio saat Ify melewatinya begitu saja,dengan kasar ia menarik tas Ify dari belakang.

"Apasih maritem gue lagi gak mood deket-deket lo. ntar nular lagi." jawab seenaknya ia kembali berjalan tak menghiraukan Rio.

"Maritem apa Fy? oh ya Virus cinta lo ke gue kayaknya udah nular duluan deh." Rio mengikuti Ify dari belakang.

Ify terpaku mendengar penjelasan Rio barusan, virus cinta? nular?
"Mak.sud lo..?" tanya Ify heran ia menghadap Rio dan memiringkan kepalanya
"Maritem apa Fy." jawab Rio pelan,matanya terus menatap manik mata Ify, mencari celah untuk membuktikan dimana letak cinta itu berada.
"Udah lah yo, gue lagi males berantem. Gue masuk ya." pamit Ify, ia memalingkan wajahnya saat Rio menampakkan kekecewaan yang tergambar jelas pada mata Rio. Dengan segera ia melangkah menuju kelasnya.

"Kenapa lo gak pernah bilang semua ini Fy? Kenapa lo sembunyiin ini dari gue? Kenapa lo diem waktu gue bersama cewek lain?" teriak Rio menghentikan langkah Ify. Perlahan Rio menghampiri Ify yang masih membeku ditempat. Tangannya ia tautkan pada jari-jari manis Ify.
"Gue juga suka sama lo." ucap Rio setelah berhasil menautkan kesepuluh jarinya bersama Ify. Ia tersenyum saat Ify memandangnya tak percaya.
"Lo.. maksud nya apa Yo? ini bukan april mop kan?" tanya Ify bingung, ia mencoba melepaskan tangannya namun gagal.

"Gue suka sama lo, gue gak bakal ninggalin lo, gue bakal tetap jagain lo apapun alasannya."

"Gimana bisa lo tau.. ten.."

"Ini.." ujar Rio menaikkan alisnya, tangannya menunjukan kertas yang pernah Ify buang di taman dulu.

Ify membelakkan matanya-lagi- saat Rio tiba-tiba mencium pipinya, menunduk mencoba menyembunyikan rona merah diwajahnya.
"Gue...."

"Ciiieee, kantin udah buka kayaknya. Kesananya yukk. Sekolah juga libur lagi. HAHAHAHA" suara cempreng Anin membuat Rio dan Ify menoleh seketika, Rio menggeram kesal kearah Anin yang terlihat cengengesan, sedangkan Ify hanya menunduk, merutuki Anin yang datang disaat yang tidak tepat.

"Mau rumah sakit atau kuburan Nin?" tanya Rio santai(sok) saat Anin menggandeng tangannya dan tangan Ify.
"Gue cuma mau makan yo. Ayook." teriak Anin semangat sambil menyeret pasangan baru menuju kantin.

Ify hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya dan melirik Rio yang juga tengah melirik kearahnya dengan senyuman tulus dibibirnya yang juga ia balas tak kalah manis.
*****
Hari berganti hari begitupun bulan yang terus berlalu. Sudah tiga bulan Rio menjalani status pacaran dengan Ify, perasaan bangga memiliki Ify membuat ia enggan melepas Ify begitu saja.

"Rio Rio Rioo. buruan sudah siang nih.Ayoo takut matahari nih akunya." suara emas(?) Ify memanggil dengan manjanya.
"Yuukk. aku anter pulang ya?" tanya Rio, ia merangkul pundak Ify dari samping. Membiarkan teman-temannya menggigit jari karena tak punya pasangan.
"Oke deh, kamu belum pernah ketemu Mom juga kan?? Kebetulan mom dirumah nih." jawab Ify senang, ia melingkarkan tangan kirinya kepinggang Rio dengan mesra.

Rio hanya tertawa, melihat tingkah gadisnya. Dengan sayang tangan yang semula berada dipundak Ify kini beralih mengacak rambut Ify gemas.

"Letttsss go.." teriak Rio, ia menggandeng tangan Ify erat dan mengajak berlari bersama dirinya menuju tempat parkir dengan iringan tawa yang begitu indah dari pasangan ini.
*****
Rio terpaku melihat rumah didepannya ini. Rumah ini
"Ayo Yo kok malah bengong sih. Masuk yuk ketemu Mom. Mom pasti seneng deh ketemu kamu." ajak Ify mengagetkan Rio yang tengah memikirkan sesuatu.
"Eh.. anu Fy, maaf aku sakit perut nih. Aku buru-buru udah gak tahan, lain waktu aja ya ketemu Mom kamu." ucap Rio mencari alasan, ia memandang kearah Ify, mencoba meyakinkan gadisnya.
"Yahh padahal aku udah seneng loh kamu mau ketemu Mom. Gakpapa deh janji ya, kesini lagi kudu mampir." Ify memandang Rio sedih dan mendekat kearah Rio, mencium pipinya sekilas sebelum akhirnya masuk kedalam rumah.

Rio memandang punggung Ify yang tertelan pintu rumahnya. Rumah yang baru menyadarkan Rio, rumah tante Runa calon nyokap tirinya. Dengan kasar, ia mengendarai mobilnya cepat menuju rumahnya, ia ingin bertemu papahnya sekarang.

Sampai rumah, Rio langsung membuka pintu dengan brutal, entahlah setan apa yang merasuki akal sehatnya sehingga ia berbuat seperti ini.
"Pah.. PAPAH.." teriak Rio kalap, ia mencari dikamar serta ruang kerjanya namun nihil, dengan langkah yang memburu Rio berjalan menuju taman belakang rumahnya. Dan lagi-lagi Rio harus menelan keterkejutan pahit ini. Didepannya, sang papah sedang menangis menatap foto ibu kandung Rio, dengan disebelahnya foto tante Runa yang juga menjadi Mom Ify tergletak persis dipangkuan papahnya.
Seketika itu, amarahnya untuk menghentikan acara pernikahan papa dengan tante Runa hilang, terganti dengan perasaan sedih melihat papahnya yang semakin tua tanpa ada yang merawat. Rio tak mau melihat papa hanya diam menangisi kepergian ibu, ia tak mau melihat orang yang paling ia sayangi harus merelakan kebahagiannya demi dirinya, dengan pelan Rio berjalan menuju kamarnya, hatinya bimbang untuk memilih kebahagiannya sendiri atau kebahagian orang yang selalu membuat hidupnya sempurna.
*****
Ify kembali menangis dalam pundak Anin, yah semenjak Rio pulang dari rumahnya sampai sekarang Rio belum pernah memberi kabar, bahkan ketika bertemu dengannya Rio selalu menghindar seolah-olah tak mengenalnya.
"Gue harus gimana Nin?" tanya Ify sesenggukan. Ia terus menangis pada bahu Anin.

Anin mengusap punggung Ify pelan, menenangkan sahabatnya
"Lo minta penjelasan ke Rio, gue gak mau liat lo nangis lagi kayak gini. cukup hari ini aja Fy." tegas Anin, ia mengangkat kepala Ify dan menghapus airmata yang masih menetes dipipi Ify.
"Kalo lo gak mau nemuin Rio, gue bakal cari Rio sendiri buat lo." lanjut Anin melembut, ia tersenyum kearah Ify dan merangkul erat sahabatnya.

"Makasih lo selalu ada buat gue, makasih lo mau dengerin cerita gue,makasih lo mau ngasih bahu lo buat ngeringin airmata gue dan makasih untuk semuanyaa." Ify mengusap airmatanya dan kembali merangkul Anin dengan airmata yang terus membanjiri pipinya.

-Sahabat sejati adalah orang yang tanpa berfikir duakali untuk membantu sahabatnya.-
*****
Hari ini, hari dimana Mom dan Om setta menikah, yah setelah beberapa minggu bergulat dengan kesedihannya, Ify memutuskan untuk Move On dari Rio, ia sudah cukup tersakiti dengan melihat Rio bersama wanita lain. Walaupun tak dapat dipungkiri ia masih belum bisa melupakan kenangan yang Rio beri untuknya.

Ify tersadar saat tangan Anin menyentuh pundaknya,rupanya ia sudah terlalu lama termenung.
"Mempelai laki-lakinya sudah datang." bisik Anin lembut, ia menarik Ify untuk melihat orang yang mungkin Ify sayangi sampai saat ini.

Ify terkejut melihat laki-laki tampan disebelah Om Setta, laki-laki yang mengisi hatinya samoai saat ini, laki-laki yang ia benci sekaligus laki-laki yang ia cintai tengah berdiri mendapingi Om Setta. Dan ia kembali mengingat bahwa Om Setta mempunyai anak laki-laki yang sepantaran dengannya.

Anin merangkul pinggang Ify erat ketika mengetahui ada sorot kekecewaan yang terpancar jelas dari mata Ify, ia tau sangat tahu untuk siapa sorot itu Ify berikan.
"Rio jadi saudara tiri gue Nin." ucap Ify perih, matanya menandang penuh kekecewaan pada sosok tinggi tegak itu.
"Jangan nangis. gue tau lo pun bakal ngelakuin hal yang sama jika lo tau Mom menikah dengan papah nya Rio." ucap Anin lembut dan membawa Ify ke taman belakang hotel yang diadakannya pernikahan ini.

Anin membiarkan Ify larut dalam pikirannya, ia tahu Ify butuh sendiri saat ini. Ia beranjak ketika melihat Rio yang tengah berjalan kearahnya.
"Dia butuh lo." ujar Anin dan pergi meninggalkan mereka berdua untuk sama-sama memecahkan masalah yang ada.

"Fy,," panggil Rio; membuat Ify menoleh kearah Rio yang kini sudah duduk disampingnya.
"Maaf, maaf buat sikap gue ke elo, gue tahu gue salah, tapi emang ini yang terbaik buat kita berdua." ucap Rio pelan, ia memandang kolam ikan yang ada didepannya.
"Gue juga kecewa kayak lo, gue juga cinta sama lo dan begitupun sebaliknya, tapi gue tahu bokap gue lebih butuh nyokap lo.."

"Gue tahu sangat tahu Yo, mungkin gue cuma butuh waktu buat nerima keadaan ini. Sekarang lo boleh pergi." ucap Ify memotong pembicaraan Rio, ia sudah tak kuat disini. ia ingin cepat-cepat Rio meninggalkan dirinya disini sendiri. 
"Fy, pliss lo jangan siksa diri lo sendiri, gue juga sama kayak elo tapi gue selalu nguatin diri gue buat selalu tegar. Gue mohon sama lo, kita sama-sama nyembuhin luka ini. Kita sama-sama membuang rasa yang lebih ini." bujuk Rio, ia menghapus airmata Ify dan mencium kening gadisnya untuk terakhir kalinya.

"Jadi adik yang baik dan membanggakan buat gue." pinta Rio, ia dengan segera mendekap Ify erat, yahh Ify gadis yang ia sayangi sebagai adik tirinya sekarang.

-Hidup itu seperti  air yang mengalir, sekeras apapun ombak menerjang, ia akan tetap mengalir mengikuti arusnya. Seperti itu juga kehidupan, seberat apapun cobaan, ia akan tetap berjalan sesuai garis hidup yang telah digariskan.-

THE END

L&C jangan lupa ya:D

admn 2