Selasa, 23 September 2014

Cerita Cinta Bag. 22

Follow dulu @_khurul

***
Rio berjalan menuju ruangannya, dilihat meja sekertaris kosong, ia hanya menggeleng pelan dan melanjutkan langkah kakinya untuk masuk kedalam.

Rio menghela nafas panjang ketika ia sudah masuk kedalam ruangannya, disudut sofa sebelah kanan mejanya, ada Shilla yang tengah mengusap perutnya yang mulai membesar.

"Sorry Shill lama." Rio diduk didepan Shilla.

"Eh, nggakpapa Yo." Shilla sedikit kaget dengan kedatangan Rio. Ia menelan ludahnya karena terlihat sekali guratan emosi dari wajah keponakannya ini.

"Lo beneran mau resign dari perusahaan ini Shil. Apa karena perusahaan ini mau hancur dan lo takut gak gue bayar?" ucap Rio penuh penekanan. Matanya menatap tajam Shilla yang ada didepannya.

Shilla lagi-lagi harus menelan ludahnya dalam. Apa karena Rio tau perbuatan gue selama ini ya.
"Gak begitu Yo, Cakka yang minta gue resign dari sini karena kandungan gue yang sudah membesar." kilah Shilla mencoba tenang, walaupun ia sedikit terintimidasi dengan tatapan Rio.

"Cakka gak mau gue kecapean nanti, dan itu bisa membuat kandungan gue kenapa-kenapa." lanjut Shilla, ia merubah sedikit duduknya untuk menutupi kegugupannya. Dirinya memang sudah menyiapkan alasan yang pas untuk resignnya kali ini. Dan Shilla jamin Rio akan memaklumi dan menyetujui dirinya resign tanpa ada curiga sedikitpun.

Rio menagngkat alis kanannya bingung, kenapa Cakka tidak berbicara kepadanya terlebih dahulu.
"Yasudah kalo itu kemauan Cakka, gue gak bisa nglarang." Rio menjawab sambil membuka kulkas mini yang tak jauh dari jangkauannya.

"Diminum Shill.." Rio memberikan minuman kaleng pada Shilla.

"Gue gak boleh minum soda Yo." Shilla tersenyum kaku, ia merasa tak enak melihat kebaikam Rio.

"Gue lupa Sorry, biasanya lo kan doyan minuman soda. Kandungan lo sehat?" Rio mengambil minuman yang dihadapan Shilla dan menggantinmya dengan air mineral dingin.

"Sehat Yo." Shilla menerima air mineral dari tangan Rio dan langsung meneguknya. Walaupun diruangan Rio terdapat AC tapi entah mwngapa dirinya merasa kepanasan. Apa mungkin sifat dingin Rio yang mempengaruhi suasana disini.

"Ada yang mau lo sampain ke gue Shill? lo keliatan sedikit.... gugup." Rio memandang Shilla aneh, gadis didepannya terlihat aneh tidak seperti biasanya.

"Emm.. Itu. Yo.. Asisten Pak Louis meminta lo ngebalikin saham yang lo pinjam dulu buat bayar pajak. Sekarang dia minta semuanya." jawab Shilla pelan, ia menghembuskan nafasnya perlahan merasa lega, karena lagi-lagi otaknya dapat digunakan untuk waktu yang menurutnya kepepet.

Rio memgusap wajahmya kasar, ia membuka kaleng yang sedari tadi ia pegang dan meminumnya.
"Gue sudah tau Shill." pelan, Rio menyandarkan keplanya pada sandaran sofa untuk mengurangi masalah yang ia hadapi sekarang. Perusahaan yang ia rintis sendiri akhirnya harus berakhir.

"Maaf Yo, gue gak bisa bantu lo apa-apa. Gue malah lari ninggalin lo saat lo di masa-masa yang sulit kayak sekarang." ujar Shilla penuh penyesalan, ia menunduk menyembunyukan senyum smriknya. Ia tahu semuanya akan lebih mudah jika ia sudah dihadapkan dengan orang-orang yang mudah terpercaya seperti Rio.

"Nggak papa Shil, gue maklumin kok. Yang penting kandungan lo nanti sehat dan pas lahir bayinya pun sehat."

"Makasih Yo. Dan gue harap semoga perusahaan lo kembali." kembali hancur maksudnya, tambah Shilla dalam hati.

***
Ify tengah membersihkan kulkas ketika mendengar bunyi ponsel yang tergletak diatas meja makan.

Privat number Calling...

Ify menggaruk pelipisnya, dengan penasaran ia menggeser touchscreennya dan menempelkan ketelinga sebelah kanan.
"Siapa ya?"

"Berdoalah sebanyak-banyaknya untuk suami tercinta lo."

Ify terdiam mendengar suara dari sebrang barusan, Oh bukan, bukan suaranya tapi kalimatnya. Iya...
"Maksud anda?"

"Lo bodoh atau gimana HAH? Gak usah terlalu polos."

"Terserah lo mau apa. " Ify hendak mematikan sambungan telvonnya tapi ada kalimatnya yang membuatnya ingin mati berdiri sekarang juga.

***

Sivia pergi keluar untuk bertemu seseorang yang ia anggap penting untuk beberapa bulan terakhir ini, Ia memakai jaket dan juga kaca mata hitam.

"Lo dimana? gue sudah didepan Cafe." Sivia berbicara pada ponselnya, matanya bergerak kesana-sini mencari orang yang akan ia temui.

"Oh oke, gue kesana sekarang." Dengan senyum sumringah yang ia miliki, Sivia berjalan masuk kedalam Cafe tersebut.

"Hai sorry lama." sapa Sivia pada pria yang tengah menunduk dengan gedget ditangannya.

"Gak usah basa-basi. Gimana rencana lo?" tanya seorang Pria yang ada didepan Sivia.

Sivia nyengir gak jelas didepan Gabriel, ia menarik kursi dan duduk didepannya.
"Beres Yel, udah gue lakuin. Si Shilla gimana? Udah dapet apa yang dia mau tuh."

Gabriel mengantongi gedgetnya dan bernafas lega, ia tertawa pelan.
"Bagus, Shilla juga sudah resign dari Perusahaan Rio. Dia sekarang ditempatkan di Perusahaan gue." Gabriel bisa membusungkan dada sekarang, karena yang ia mau akan ia dapat dalam waktu dekat ini.

"Gila jabatan juga tuh cewek." komentar Sivia, ia mengangkat tangan untuk mengundang pelayan.

"Maka dari itu, untung dia gila jabatan, kalo nggak kita bakal susah hancurin perusahaan Rio." Gabriel tertawa membayangkan Rio yang sudah tak mempunyai apa-apa.

"Sekarang waktunya gue buat dapetin yang gue mau. Setelah itu lo Vi." Gabriel meminum orens jus yang ada didepannya, bibirnya tak henti-hentinya menyeringai membayangkan ia mendapatkan apa yang ia mau dengan mudah.

Sivia yang melihat tingkah Gabriel.hanya menggeleng mencoba memaklumi kegilaan Gabriel yang sekarang. Karena memang dirinya pun akan melakukan hal yang sama jika waktunya sudah tepat dan ia yakin semuanya akan mudah ia genggam. Termasuk perasaannya.

***
Rio masuk kedalam Apartemen dengan dokumen ditangannya, ia masuk kedalam kamar untuk mencari Ify.

"Fy.." Rio mencari Ify kedalam kamar mandi didalam kamar mereka namun tidak ada, setelah meletakkan barang-barang yang ia bawa diataa nakas Rio keluar dari kamar dan menuju dapur.

"Ify. kamu di_" Rio berhenti tept didepan pintu dapur, dari sini ia bisa melihat Ify yang tengah berdiri mematung dengan ponsel ditangannya. Karena khawatir, Rio berlari kearah Ify dan langsung memeluk Ify erat. Ia tidak mau sesuatu terjadi pada Ify, ia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Ify, karena ia sadar jika Ify lah harta yang ia punya sekarang. Terserah apabila nanti perusahaannya hancur asal jangan Ify yang hancur.
"Kamu kenapa?" tanya Rio pelan, ia mengusap punggung Ify yang tegang. Rio tahu ada sesuatu yang telah terjadi pada Ify.

Ify masih diam, sibuk mencerna apa yang ia dengar barusan dari seseorang. Ia bahkan merasa menjadi wanita bodoh sebodoh-bodohnya karena mengetahui masalah ini dari orang lain, bukan dari suaminya sendiri.

"Apa yang aku nggak tau dari kamu Yo." Ify berbicara pelan, ia biarkan Rio memluknya erat tanpa ia balas. Ia kecewa marah dan juga kasihan dengan Rio. Tidak seharusnya Rio memikul ini sendirian.

Rio menelan ludahnya dalam-dalam saat Ify bertanya seperti itu. Ia melonggarkan pelukannya dan menatap Ify dalam.
"Aku nggak pernah nyembunyiin sesuatu dari kamu." Rio memegang bahu Ify lembut, matanya masih beradu dengan mata Ify yang berkaca-kaca. Ada sorot kesedihan didalamnya.

"Kamu bohong.!!" Bentak Ify, ia menyentak kuat tangan Rio yang ada dibahunya. Ia menggeleng pelan, dan mendongak untuk menahan air mata yang siap menetes. Kenapa dirinya cengeng sekali setelah hidup berdua dengan Rio.

"Apa yang kamu sembunyiin dari aku Yo. Aku sudah lelah menutup mata untuk tidak ikut mencampuri urusan kamu. Aku istri kamu, tidak seharusnya kamu nutup diri kayak gini." Ify menatap Rio penuh emosi.

"Aku lelah Yo, lelah aku seperti orang buta yang tidak tau apa-apa. Semuanya bahkan terlihat gelap." lanjutnya pelan, Ify menghapus airmatanya sendiri dengan punggung tangannya.

"Kalaupun kamu buta, masih ada aku. Aku rela Fy jadi tongkat kamu, aku rela nuntun kamu dengan kegelapan itu. Dan memang.. Memang semuanya baik-baik aja." Rio menggemgam tangan Ify, ia tidak tega melihat Ify yang menangis karenanya. Berusaha menenangkan Ify agar berhenti menangis. Ia capek dengan keadaannya sendiri dan jengah ketika pulang mendapati Ify yang seperti ini.

"Perusahaan kamu bakal hancur kan?"

***

lanjut nggak, lanjut nggak *ngitung kancing
Ditunggu sarannya ya :D
Typo dan sejenisnya dimaklumi, udah bawaan author :$

admn_2

1 komentar: