Couple baru kawan wkwk ini requesan kasurr :D baca yukk hehe jangan lupa follow twitter author ya @_khurul
*****
Anin menunduk dalam ruang BK, pandangannya hanya tertuju pada sepatu hitam yang kini melekat pas pada kakinya. Kerudung yang ia pakai semakin kusam tatkala tangan panjang meremas ujung jilbab untuk mengurangi rasa gugup yang membuncah pada dirinya, ia melirik sekilas pada laki-laki didepannya, seseorang dengan peci hitam mengenakan seragam putih abu-abu nya sama seperti dirinya, kini juga tengah menuduk sambil sesekali mencuri pandang kearahnya.
"Kalian telah melanggar peraturan saya. Kalian tau kan apa akibatnya jika ketahuan pacaran disekolah ini.!!" bentak Pak Jamil, guru killer yang selalu membuat takut para siswa-siswinya.
"Tau pak !! Salah satu dari kami harus mengundurkan diri dari sekolah ini." jawab Anin dan Daud secara bersamaan.
Daud melirik Anin sekilas, ia merasa kasian, pasti sekarang Anin tengah memikirkan perasaan orang tuanya dirumah. Sungguh ini memang diluar kendali mereka berdua, mereka ditempatkan di ponpes yang sama dan dipertenukan di salah satu organisasi sekolah. Wajar jika diantara kami saling terikat dengan pesona masing-masing. Walaupun kata Pak Kiyai kalo pacaran itu tak boleh, tapi sebagai lelaki yang normal ia akan terikat dengan kelembutan dan keramahan Anin yang terlihat begitu tulus. -Hahahahaha, Anin ngefly cuuyyy !!-
"Kalian berdua ikut saya." perintah Pak Jamil dengan suara tegasnya, membuat Daud segera beranjak mengikuti pak Jamil.
Daud menoleh kearah Anin yang masih terdiam dikursinya, ia sangat tahu pikiran apa yang berkecamuk dalam diri Anin.
"Dek Ayo.." ajak Daud sekaligus membuyarkan lamunan Anin, membuat Anin terlonjak kaget dan segera mengikuti langkah Daud yang ada didepannya. Dengan bingung ia tetap melangkah dan berhenti ketika Daud berhenti tak jauh didepannya. Anin mendongak ketika ia menatap kesekeliling, ia menelan ludahnya dalam-dalam. "Ya Allah, jangan permalukan aku disini" batin Anin terus berucap, ia menatap kesekeliling yang perlahan mulai ramai.
Daud terus mencoba tenang, ia tak takut dengan kondisi apapun, ia sudah terbiasa dengan hukuman pondok yang sering ia jalani, ia khawatir dan merasa sangat bersalah, melihat gadis disampingnya yang tengah menunduk, menyembunyikan wajah tanpa balutan makeup kedalam kibaran jilbab yang terkena angin. Daud tahu, Anin tak pernah merasakan hukuman pondok sama seperti dirinya, ia sudah hafal dengan kelakuan Anin. Dan lagi-lagi ia kembali menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian ini.
"Mohon, untuk semua siswa-siswi MA ALHIKMAH 2 keluar dari kelas masing-masih untuk menyaksikan acara ini. Sekali lagi.." suara Pak Jamil terdengar jelas melalui spekker sekolah, membuat suasana menjadi sangat ramai dikelilingi semua siswa, bahkan guru pun ikut melihat acara ini.
Anin tak sangggup menatap lurus kedepan, ia kini menjadi pusat perhatian semua siswa, ia maluu sangat malu. Matanya yang sedari tadi memanas, -menandakan airmatanya yang mau keluar- ia tahan kuat-kuat. Anin tak mau jika orang mengasihinya terlebih orang yang berdiri tak jauh dari sampingnya.
Pak Jamil menghampiri pasangan yang terkena kasus, ditangannya sudah terdapat tali rafia yang entah untuk apa.
"Kalian berdua mendekat." perintah Pak Jamil, dengan nada yang tak mau dibantah. Ia menatap jengkel Daud maupun Anin karena telah melanggar peraturannya. Pak Jamil mengikat tali rafia ke pergelangan tangan Daud, memotongnya sekitar 30cm dan ia menatap Anin penuh kebencian.
" Bu micho, tolong ikatkan tali rafia ini ditangan Anin." perintah Pak Jamil dengan suara yang seperti sebelumnya.-tak mau dibantah-membuat semua siswa terdiam melihat kejadian ini. Mungkin mereka juga bertanya, untuk apa tali dikaitkan antara Anin dan Daud.
Anin hanya diam ketika tangan kanannya ditarik paksa oleh Bu Micho, terlihat sekali jika Bu micho tak suka padanya.
"Kalian berdua ikut saya memutari sekolah ini.dengan tali rafia yang saling terikat." tegas Pak jamil, ia berjalan terlebih dahulu dan menarik tangan Daud, sehingga ia tertarik dan menyebabkan Anin yang ada dibelakangnya tertarik juga.
Suasana sekolah mulai riuh, mereka melihat dari depan kelas mereka masing untuk melihat kasus ini, ada yang merasa kasihan, menatap dengan benci dan pandangan tak suka pun ada, bahkan ada yang menangis terutama sahabat-sahabat Anin.
Daud terdiam ketika menaiki tangga satu persatu, ia bodoh tak mau mendengarkan kata Anin dulu, ia terlalu bernafsu untuk memiliki Anin sebelum ada yang mengikat Anin terlebih dahulu.
Anin terus menunduk, tak sanggung hanya untuk sekedar mengangkat wajahnya, disetiap langkahnya Anin terus memohon ampun dan pertolongan kepada sang pemberi ampunan. Ia kalah oleh nafsunya sendiri untuk menerima Daud sebagai kekasih, padahal ia sudah sering di ceramahi oleh para kiyai kalo pacaran itu haram hukumnya.
"Aniinn.. Aniiinn.. Aniinnn.." teriak sahabat- sahabat Anin ketika Anin melewati persis didepan kelasnya, ia mengakat kepalanya dan terenyuh ketika melohat sahabatnya Ury, Ninda dan juga Ainy telah berurairan airmata, ia tak sanggup menatap sahabatnya itu dengan susah payah Anin kembali mengabaikan sahabatnya dan kembali menunduk, memandangi tali rafia yang terikat dengan Daud.
Tiba-tiba ada beberapa tangan hangat yang merengkuh lehernya dari belakang, terdengar jelas masih ada isakan ditelinga Anin, membuat ia menoleh dan menghentikan langkahnya, menatap sebentar dan menganggukan kepalanya.
Daud serasa dihantam ribuan truk tronton ketika melihat Anin dengan senyum yang mengembang mengangguk tulus didepan sahabatnya, ia tahu keadaan hati Anin sekarang, bahkan disaat seperti ini Anin masih mampu tersenyum kuat untuk menenangkan sahabatnya. Seharusnya Anin juga menangis, dia bukan wonder women yang selali tersenyum ketika duka menghampiri, dia Anin manusia dengan segala kekurangannya.
"Kenapa berhenti?? JALAN LAGI !!! " bentak Pak Jamil dari depan, membuat Anin yang tengah menghapus air mata Ury berhenti dan menatap Pak Jamil takut. Dengan susah payah Anin kembali berjalan dengan langkah yang berat, melepaskan pelukan hangat dari Ainy yang terus melekat pada tubuhnya.
Daud kembali berjalan dengan tangan dibelakangnya, menggandeng Anin dengan tali rafia, ia menengok kearah Anin dan tersenyum pedih melihat Anin yang justru melebarkan bibirnya.
Saat hendak memasuki lantai tiga, lantai dimana kelas putra berada, Anin menghembuskan nafasnya perlahan, ia sangat takut karena baru pertama kali memasuki kawasan putra. Dengan derap yang begitu amat sangat lambat -dikarenakan langkah Pak Jamil yang paling depan juga melambat- Anin melewati kelas putra yang semua siswanya sudah berada persis dudepan kelas.
"Huuuuu pulang aja sana gak usah sekolah kalau mau pacaran.."
"Huuuu"
Daud dan Anin hanya mampu mengusap dada mereka. Ini sudah menjadi resiko mereka. Dibenci dihujat dan dicaci itu yang mereka dapatkan ketika mereka dikliling seperti ini.
"Jangan pacaran ya kakak-kakak.." celetuk salah satu siswa putra membuat suasana yang begitu panas bertambah. Semuanya tertawa mengejek kearah mereka berdua.
Pak Jamil yang berada didepannya hanya menyunggibgkan senyum setannya.
****
Anin membulatkan mata saat sampai di lapangan lagi, ada tiga sahabat yang selalu menemaninya 3 tahun ini, dan ditengah lapangan sudah ada air got yang terlihat menjijikan terkumpul dalam wadah yang berupa ember, membuat Anin menelan ludahnya dalam, ia menarik tali rafia yang terhubung dengan Daud, membuat Daud menoleh dengan sorot mata yang penuh kecemasan.
"Aku takut. . ." bisik Anin pelan, ia berharap Daud bisa membaca gerak bibirnya.
Daud hanya tersenyum pedih, ia menatap mata Anin dengan penuh perasaan, ia tau bahkan sangat tahu apa yang terjadi setelah ini.
"Maaf. . ." hanya itu yang keluar dari bibir Daud, membuat Anin menggelengkan kepalanya cepat-cepat. Tidak !! Ini bukan sepenuhnya kesalahan Daud.
Lagii, suara isak tangis sahabat Anin membuat Daud menghela nafas berkali-kali.
"Kamu kuat Anin, aku tau itu.." jerit Daud dalam hati.
"Kalian berdua ketengah sekarang." perintah Pak Jamil keras, membuat Anin dan Daud segera melangkah mendekati Pak Jamil yang sudah berdiri dengan gunting ditangannya.
Pak Jamil tersenyum sinis dan memerintahkan Daud dan Anin berhadapan dengan sambungan tali rafia yang di tangan diangkat tinggi-tinggi.
"Kalian telah melanggar peraturan sekolah ini. Dengan ini, saya NYATAKAN.HUBUNGAN.KALIAN.PUTUS. !!!!!!! "
Dan Kreeekkkkkkk !!!!
Tali rafia yang menghubungkan tangan Anin dan Daud digunting dengan kejam oleh Pak Jamil, membuat suasana yang tadi mencekam kini berubah heboh dengan teriakan-terikan siswa.
Anin dan Daud hanya saling menatap sedih, perasaannya tak bisa digambarkan lagi. Hubungan yang mereka jalin selama dua tahun terakhir kandas begitu saja oleh guru BK mereka, ditambah cobaan bagi mereka yang sebentar lagi mengikuti Ujian Nasional.
Anin kembali menunduk melihat potongan tali rafia yang masih mengikat tangannya. Ada sesuatu yang menusuk dadanya. Entahlah ia ingin segera pergi dari neraka ini dan pulang untuk membenamkan badannya dikasur, ia sudah cukup lelah dan juga malu untuk menghadapi hal berikutnya.
Anin hanya diam ketika tangannya kembali ditarik oleh Bu Micho untuk menghadap siswi putri yang disebelah timur, sedangkan dari ekor matanya Anin melihat tubuh tegak Daud dipangksa menghadap siswa putra sebelah selatan.
Dan sorakan pun kembali ramai, ketika Pak jamil dengan entengnya menyiduk satu gayung air got dari ember yang ada ditengah lapangan, berjalan dengan senyuman yang tak bisa dibaca memdekati Daud.
"Kamu siap??" tanya Pak Jamil tenang, tanpa beban walau tak dipungkiri matanya masih tajam menatap Daud.
Daud mengangguk mantap, dan sedikit menundukkan kepalanya agar memudahkan Pak Jamil untuk menyiramkan air got disekujur tubuhnya.
Pak Jamil kembali tertawa pelan, dengan mengambil peci yang masih menempel dikepala Daud, Pak Jamil dengan pelan menyiram air got tersebut dikepala Daud tanpa kasihan.
Daud hanya memejamkan mata ketika dirasakan air yang menjijikan ini mulai menetes sedikit demi sedikit kewajahnya, bau tak enak yang begitu sangat dominan membuat Daud harus menahan nafasnya dalam-dalam. Ia berharap, ember yang berisi air hitam tersebut semuanya membasahi tubuhnya. Jangan Aninn cukup ia saja yang merasakan bau tak sedap ini.
"Mau lagi??" tanya Pak Jamil
"Yah, saya mau lagi. Habiskan air dalam ember itu dan guyurkan keseluruh tubuh saya." jawab Daud tak gentar dengan pertanyaan Pak Jamil.
"Lalu Anin?"
"Biarkan dia pulang Pak, saya mohoon. . Hukum saya sepuas Bapak tapi jangan pernah menghukum Anin dia perempuan baik-baik. Dan satu lagi.." Daud balik menatap tajam Pak Jamil, entah setan apa yang merasuki badan Daud sehingga Daud berani menentang guru paling killer sekalipun.
"Keluarkan saya, tapi jangan pernah mengeluarkan Anin dari sekolah ini. Demi Allah, dia mau Ujian minggu depan. ." lanjut Daud penuh penekanan, ia menggertakan giginya ketika dirasakan Pak Jamil hanya mengejek ucapannya.
"Kamu sendiri bagaimana? Kau masuk program keagamaan yang masa belajarnya 4 tahun dan kaupun sebentar lagi ujian,.."
"Saya tak perduli, apapun demi Anin agar ia tetap bertahan disini pak.." jawab Daud sedikit membentak.
"Dan saya pun tak perduli dengan omongan mu itu.." dengan sekali guyuran,Daud kembali merasakan bau yang begitu menjijikan ditubuhnya. Ia menengok kesamping dan seketika tubuhnya lemas seperti kehilangan tulang belulang tatkala melihat Anin, dengan rangkulan ketiga sahabatnya diguyur air yang hitam itu menggunakan ember. Terlihat sekali banyak lumpur dan juga ada sedikit lumut yang mengenai jilbab putihnya,..
Jeritan dari siswa putri menambah suasana panas dilapangan ketika Bu micho mengguyur badan Anin dari belakang dengan segayung air kolam yang bersih, membuat baju Anin terlihat transparan.
Anin menunduk saja, menyembunyikan wajahnya yang kini penuh airmata, ia bukan perempuan lemah yang mau memperlihatkan cairan bening dari matanya, ia tak mau dikasihani banyak orang. Anin mengelus salah satu tangan yang sedari tadi memeluknya, entah tangan siapa, yang ia tahu ini adalah tangan salah satu sahabat terbaiknya. Sahabat yang mau mandi air lumpur dengan campuran sampah yang menjijikan demi dirinya, demi melindungi dirinya. Ia menggigit bibirnya keras ketika mendengar ketiga sahabatnya menangis karenanya, ia menahan tangis mati-matian ketika Ury dengan sesenggukan memakaikan jaket kebadannya untuk menutupi dalaman yang terlihat karena baju yang ia kenakan sudah basah dan terlihat transparan. Anin mengangkat wajahnya dengan pipi yang masih basah oleh airmata. Ia tersenyum kearah sahabatnya yang juga basah oleh airmata.
"Makasih. . ." Anin melebarkan senyumnya, namun justru tangis sahabatnya semakin kencang, dan langsung menggandeng Anin keluar lapangan.
-Sahabat akan menghampiri ketika seluruh dunia menjauhinya, karena persahabatan itu bagaikan tangan dan mata. Ketika tangan terluka, mata menangisinya dan ketika mata menangis tanganlah yang menghapusnya.-
*****
"Selesai. . . " ujar wanita cantik dengan jilbab ungu setelah mengakhiri cerita panjangnya. Ia tersenyum dan mengusap kepala anak yang berusia tiga tahun tersebut, ia membayangkan kembali perjuangan hidup untuk mendapatkan sebuah kebahagian yang ia genggam sekarang.
"Kamu cerita apa?" tanya seseorang dari belakang badannya. Dengan hangat, ia melingkarkan lengannya keperut istri tercintanya.
"Masa SMA kita dulu." jawab Anin tersenyum, ia menoleh dan mendapati Daud yang tengah tersenyu juga kearahnya. Pria manis dengan sejuta pesonanya, hitam namun begitu manis, alis tebal, kumis tipis dengan tatapan tajam yang membuat Anin selalu terpesona, yah Aldaudly ArRahhman imam keluarga kecilnya.
"Tidak dengan masa kuliah kita yang berjauhan itu hemmm??" jawab Daud tenang, ia mengambil selimut dari lemari dan menyelimuti Adnain Ardan Arrahman, putra pertama mereka.
Anin yang mendengar itu hanya terkekeh ringan dan menepuk bahu Daud pelan.
"pengecualian untuk yang itu." dan mereka kembali tertawa dengan Daud yang mengusap pelan rambut Ardan.
-Aldaudly ArRahman-
dengan
-Anindha Putri Dewi-
The End