Sabtu, 19 Juli 2014

Menunggu (Cerpen)

Follow twitter author: @_khurul / 79D03189
Fb :: Anindya Khurul (wkwkwk berasa buka lapak)

Happy Reading guyyysss !!

******

Aku melangkah meninggalkan sebuah kenangan, kenangan manis antara aku dan kamu. Dengan derap yang memburu Via melusuri jalan dengan teriknya sinar matahari.

"Apa hanya segini rasa sayang kamu ke aku Yel?" gumam Via ditengah perjalanan perihnya. Niatnya ingin menjemput orang yang paling ia cintai namun apalah mau dikata jika ternyata orang yang ia jemput tengah menggandeng gadis yang lebih darinya.

"Seharusnya aku sadar jika kamu telah bersama dia bukan aku. Disini memang aku yang bodoh Yel, mengharapkan seseorang yang benar-benar tidak mengharapkan kehadiran aku." Via menghapus jejak airmata yang menetes melalui sudut matanya,rasanya sakit ketika melihat orang yang paling ia cintai dan orang yang paling tunggu ternyata tak menoleh sedikitpun kearahnya.

"Aku ikhlas kalau memang kamu memilih dia, asal kamu juga bahagia."

******

Gabriel menarik ujung bibirnya, membentuk siluet senyuman manis, ia menolehkan kepalanya dan mengangguk ketika ada seorang perempuan cantik yang tengah memandangnya bingung, ada rasa bangga ketika ia menggandeng tangan halus perempuan cantik ini. Yah gadis ini Arlena Matswaya yang telah membuat Gabriel rela meninggalkan gadis lamanya didesa ini. Desa Benda di Kabupaten Brebes.

Ada mata yang memandangnya kecewa tatkala Gabriel turun dari kereta Kamandaka yang menghubungkan Semarang - Brebes, ia melihat gadis yang terpaku di tengah keramaian stasiun, menatap lurus kearahnya dengan gumpalan kekecewaan yang tercetak jelas dalam pancaran sinar matanya.

Dengan gagah Gabriel menautkan jarinya di sela jari-jari Swaya yang kini melangkah pasti disampingnya, mengiri langkah Gabriel.

Gabriel melirik sekilas kearah gadis yang tengah menatapnya dengan mata yang amat terluka, melewati begitu saja tanpa ada niat menyapa ataupun sekedar menoleh untuk memastikan jika gadis itu, gadis yang ia cintai dulu namun ia lukai untuk waktu sekarang. Ia berjanji ini takakkan lama.

Swaya menarik pelan pinggang Gabriel agar lebih mendekat kearahnya, dengan suasana sepagi ini dan memang suhu udara yang cukup dingin untuk wilayah desa Benda, membuat Swaya melingkarkan lengannya kepinggang Gabriel, ia tak biasa dengan suhu yang cukup dingin ini.

Gabriel tersenyum melihat tingkah gadis disampingnya, dengan lembut ia membalas melingkarkan lengannya dipinggang Swaya, mengelus pelan lengan Swaya dan mengecup puncak kepalanya dengan mesra. Tak memperdulika gadis yang berada dibelakangnya yang tengah memandang dengan pandangan tak percaya.

******

Flashback

Diatas hamparan bukit ini, kedua insan ini memutuskan untuk saling menunggu dan ditunggu,
"Aku sayang kamu yel." ucap Via lirih, matanya tak lepas dari pandangan Gabriel

"Aku tahu " Gabriel tersenyum dan mengacak rambut Via pelan, ia tak mau memberi harapan kepada Via, beban yang ia pikul sekarang jauh lebih berat daripada mmemikirkan perasaannya sendiri, walau tak bisa ia pungkiri jika dirinya mempunyai perasaan sama seperti Via.

Via tersenyum miris ketika Gabriel tak mau membalas perasaannya, ia tau sangat tau.
"Kamu itu mudah dicintai tapi sangat sulit dimiliki yel." ujar Via ditengah keheningan yang ada.

"karena aku bukan kamu Vi, aku masih punya tanggung jawab untuk membahagiakan Ibu dan adikku."

"Dan memilih mengesampingkan perasaan yang kamu miliki untuk aku Yel?" Via mendongak menatap Gabriel yang tengah memandang lurus kereta api yang tengah melintas.

"Sepertinya begitu." Gabriel menghela nafas panjang, ia menoleh kearah Via dan langsung merengkuh tubuh gembul(?) yang ada disampingnya ini, memberitahu Via, jika dirinya pun mempunyai rasa yang sama terhadap Via. Namun ia harus rela melepas Via demi bisa membahagiakan Ibu dan adiknya.

Via terisak pelan dan semakin mengeratkan pelukannya pada Gabriel, ia tahu jika Gabriel pun tak bisa meninggalkan dirinya,terlihat dari rengkuhan yang semakin erat.

Gabriel melepas pelukannya dan menangkup wajah Via dengan kedua tangannya, menghapus airmata yang mengalir dengan ibu jarinya, menatap dalam mata Via, ia ingin Via tau jika dirinya sangat berat melepas orang yang paling berharga dalam hidupnya setelah orangtuanya.

"Aku mau nunggu Yel.." jawab Via sambil terisak, tangannya menyentuh tangan Gabriel yang menangkup wajahnya, meremas pelan.

"Jangan tunggu aku Vi, masih banyak laki-laki yang pantas buat kamu, aku tidak mau memberi kamu kepastian dengan mengijinkan kamu tetap menunggu aku."

"Aku tak tau mas, tapi satu hal yang pasti, aku tetap akan menunggu kamu walaupun kamu gak mau  ditunggu." jawab Via yakin.

Dalam hati Gabriel menangis melihat gadis yang paling ia cintai menangis untuk dirinya, ia tau pasti apa arti  tangisan wanita, gadis ini-Via- ingin dibahagiakan oleh dirinya, orang yang Via tangisi.

Entah bagaimana, bibir Via dan Gabriel kini sudah menyatu, menyalurkan rasa yang mereka punya melalui kecupan-kecupan lembut yang mereka rasakan. Memberi kehangatan dengan tangan mereka yang saling menyatu, dan memberikan kekuatan untuk tetap bersabar menunggu ditengah ketiadakpastian.

Flashback off

*****

Via kembali menangis melihat realita yang ada, bahwa dirinya selama ini tak ada artinya dalam kehidupan Gabriel, dengan kasar ia menghapus jejak airmata yang akhir-akhir ini menemani harinya.

"Vi..."

Panggilang sang Bunda membuat Via segera memperbaiki penampilan dirinya agar tak terlihat kacau.

Bunda masuk kedalam kamar Via, kamar yang bernuansa biru warna kesukaan Via.
"Kamu lagi ngapain ndok, bunda panggil-panggil nggak ada jawaban."

"Ini bun, Via lagi cari gelang nih tapi gak ketemu." elak Via mencoba menghindar.

"Kamu ada masalah Vi? Mata kamu kok bengkak begitu? Nangisin apa memangnya." tanya Bunda lembut, ia duduk dipinggiran kasur disamping Via.

Via hanya menatap bunda nya sekilas dan langsung menggeleng, namun sedetik kemudian isakannya keluar, memang dirinya tak pandai menyembunyikan sesuatu kepada bunda.

Bunda terlihat bingung ketika mendapati putrinya tersengal menahan isakannya, namun ia sadar ada yang melukai hati putri nya ini. Karena ia ingat betul, terakhir kali Via menangis saat Gabriel pergi keluar negeri karena mendapatkan beasiswa.

"Kamu nangis dulu aja, bunda tungguin kok. Tapi kamu harus cerita sama bunda ya" Bunda mengusap pelan rambut Via, dengan posisi kepala Via yang bersandar pada bahu Bunda, Via menangis kencang, Via tak perduli baju Bunda nya yang basah oleh air matanya, usapan bunda pada rambutnya membuat Via sedikit demi sedikit mulai bisa mengontrol tangisnya. Mungkin ini yang namanya sakit hati. Rasanya percuma ketika Via telah menggantungkan rasa cintanya pada Gabriel, namun ternyata Gabriel tak pernah mencintai Via.

"Gabriel pulang bunda.." suara Via terdengar serak, bahkan isakan Via masih sangat jelas.

"Kemarin Via nungguin Gabriel di stasiun, Via sengaja datang sebelum subuh, tapi.. pas. kereta yang.. yang Gabriel naiki berhenti. ter.nyata. Gabriel . sama cewek lain bun." lanjut Via sesenggukan, ia kembali menangis dan merangkul erat bundanya, ini kedua kalinya Via menangis seperti ini oleh laki-laki yang sama yaitu Gabriel

"Vi, kamu itu harus lebih pintar nahan emosi kamu. Bunda sudah sering bilang kan sama kamu bahwa wanita hebat itu mengandalkan perjuangan bukan air mata. Perjuangan untuk dicintai dan dimiliki. Kalo kamu tetep seperti ini, Bunda yakin Gabriel akan bener-benar pergi ninggalin kamu." nasihat Bunda, dengan telaten Bunda mengangkat wajah Via dari pundaknya, menghapus airmatanya dan menyelipkan sejumput rambut kebelakang telinganya.

"Tapi bun, Via beneran lihat Gabriel nyium kening ceweknya koq, mana pake acara peluk segala." jawab Via cemberut.

"Kamu kerumah Gabriel gih, minta penjelasan. Itung-itung perjuangan kamu buat dapetin Gabriel lagi."

"Bunda ihh.. Masa gitu nyuruh anak ceweknya nyamperin laki. Ogah ah." Via kembali merangkul pundak bundanya, menyembunyikan wajah sembabnya pada punggung sang bunda.

"Kamu masih manja aj___"

Tok tok tok
Bunda dan Via hanya saling pandang mendengar pintu rumahnya diketuk. Dengan segera, Via melepas rangkulan bundanya dan menggeser duduknya.
"Bukain gih bun pintunya." perintah Via dengan suara serak, khas orang menangis. Via tertawa pelan ketika bunda mendumel tak jelas karena ulahnya.

Via membaringkan tubuhnya dikasur, penat yang dirasakan seolah menghilang setelah berbagi dengan sang bunda. Dan kini ia harus memikirkan perjuangan yang dimaksud Bunda. Via harus bisa mencari celah untuk bisa kembali pada Gabriel. HARUS !!!

"Vi, ada tamu tuh." ucap Bunda dari luar pintu. Hanya terlihat kepalanya.

"Mager ahh Bun, suruh pulang aja. Paling juga mau ngasih surat cint.."

"VIA.." potong Bunda keras.

Dengan kesal, Via beranjak dari kasurnya dan keluar menemui tamunya, bahkan Via tak perduli dengan rambut macan serta wajah merah dengan mata yang bengkak.
Bunda menggeleng tak mengerti dan langsung pergi kebelakang, menyelesaikan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.

*****
Via membuka matanya lebar ketika melihat orang yang ada didepannya ini. Perempuan ini.

"Kamu.. ngap.pain kesini?" tannya Via sedikit kaget.

"Mau ngingetin lo." jawab Swaya seenaknya. Ia lantas duduk di sofa ruang tamu rumah Via.

Via yang kaget dengan kehadiran Syawa hanya mengikuti saja apa yang dilakukan perempuan itu.

"Kamu cewek yang nunggu Gabriel?" tanya Swaya blak-blakan. Ia menatap penuh garang pada Via, jelas sekali kalo memang Syawa tak menyukai Via.

Via yang sudah sadar dari keterkejutannya membelak lebar mendengar pertanyaan Syawa. Lancang sekali gadis ini.
"Maksud anda apa yah berbicara seperti ini pada saya." Via balik bertanya, mencoba membalikkan keadaan. Ia tak mau ditindas oleh Syawa dalam rumahnya sendiri.

"Gak usah sok gak ngerti !! Kamu cinta kan sama Gabriel? Kasian sekali kamu, menggantungkan kebahagian pada orang yang sama sekali nggak cinta kamu !!" semprot Swaya tenang, ia tau dirinya bisa dengan mudah menjatuhkan gadis kampung ini.

Via menatap tak percaya pada Swaya-lagi- dengan mudahnya Swaya mengatakan hal itu. Rasanya setelah mendengar perkataan Swaya, Via sadar jika memang dirinya terlalu berharap pada orang yang salah, ia sudah lelah menunggu dengan ketidakpastian, dan sekarang ia tahu sakitnya hidup dalam ketidakpastian cinta. Sekuat tenaga, Via mencoba membalas tatapan kejam, mencoba menahan deraian airmata karena perkataan yang bagaikan silet dalam hati Via.

"Dan inget !! Gabriel sudah punya gue untuk menggantikan lo gadis desa." desis Swaya tak suka dan melangkah meninggalkan Via yang masih terpaku.

Via melihat punggung Swaya yang keluar dari rumah sederhana miliknya, entah kenapa tubuhnya merosot begitu saja dalam sandaran sofa ruang tamu, airmata nya kembali meluncur dengan sendirinya, ia tak mau menghapus airmata ini, biar lah airmata ini menjadi saksi sebesar apa Via mencintai Gabriel dan sebesar apa gadis milik Gabriel ini meruntuhkan hatinya.

Via mencoba memejamkan matanya,ketika ada tangan hangat yang mengusap lembut pundaknya, dengan segera Via menjatuhkan tubuh mungilnya dalam pelukan Bunda.
"Sesakit ini ya Bun untuk mencintai orang yang sama sekali tidak melihat kita. Hati Via sakit bun, sakit. Kayak ada yang nusuk dan itu dalem banget."

Bunda hanya diam mendengar penjelasan putrinya.
"Sudah nggak usah nangis, percuma kamu Vi ngeluarin airmata kamu berulang kali untuk Gabriel yang tak pernah tahu bahwa kamu menangisinya."

Via yang mendengar itu malah semakin sesenggukan dalam pelukan bundanya,
"nyatanya ketika ada bahu hangat yang merengkuhmu dan mengatakan jangan menangis, kamu malah semakin mengeluarkan air matamu."

Happy birthday to you
Happy birthday to you

Nyanyian lagu selamat ulang tahun membuat Via melepas pelukan hangat Bunda dan menoleh kearah pintu, melotot tak percaya dengan kehadiran pria didepannya.

Gabriel kini berdiri tepat didepan dirumah Via, membawa kue ulangtahun yang cukup besar ditangannya, dengan cengiran yang tercetak jelas pada wajahnya. Disampingnya, gadis tadi -Swaya- yang telah melukai hatinya dengan mulut tajamnya tengah tersenyum manis kearahnya dengan sebuket bunga ditangannya.

"Happy birthday. Ayo tiup lilinnya." ucap Gabriel senang.

"Etttsss, pejamin mata dulu biar afdol." tambah Swaya dengan wajah yang bersahabat.

Via yang bingung dengan keadaan ini hanya menatap kue yang dibawa Gabriel, sesekali ia mengangkat wajahnya untuk melihat lebih jelas kadar kegantengan yang semakin tinggi.

"Ayo Vi,tiup lilinnya."

Seruan Bunda membuat Via tersadar, dengan segera walau masih bingung Via meniup lilin dengan sekali hembusan.

"Yeaaayy !! Happy birthday calon kakak ipar, jangan nangis lagi ya." suara milik Syawa terdengar begitu ceria dan semangat. Syawa mengambil alih kue yang dibawa Gabriel dan membawanya kebelakang rumah Via dengan diikuti Bunda.

Gabriel tersenyum kearah Via yang masih melihat lorong yang menghubungkan dapur dan ruang tamu.

"ehhem.." dehem Gabriel, mencoba mengalihkan perhatian Via.

Via segera menoleh kembali kearah Gabriel yang tengah tersenyum kearahnya. Suasana benar-benar hening karena diantara mereka tak ada yang membuka suara.

Dan tiba-tiba tubuh tegap Gabriel sudah menyelimuti tubuh Via, menyalurkan kerinduan yang mereka pendam selama beberapa tahun, dan memberi penegasan pada Via, jika Gabriel kembali untuknya bukan orang lain.

"Aku kangen kamu." bisik Gabri pelan didekat telinga Via, tangannya kembali mengeratkan pelukannya pada Via. Terobati sudah kerinduannya selama ini.

"Aku cinta kamu Yel." dan merekahlah Via dalam pelukan hangat .

"Aku mencintaimu dengan sederhana, bukan karena siapa dirimu melainkan apa yang membuat ku ingin tetap berada bersamamu."

-Gabriel-

THE END

1 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa - Mapyro
    Address: 1 Borgata Way, Atlantic City, NJ 08401. Phone: 1-855-839-0010. Location: 85700 Atlantic 구리 출장샵 City Boulevard, Suite 50. 김천 출장샵 Website: 목포 출장안마 www.borgata.com. Rating: 3.9 · 경기도 출장안마 ‎7,936 의왕 출장안마 reviews

    BalasHapus